Minggu, 20 April 2008

Pertemuan 43


DASA FIRMAN: PERINTAH 5-10

Tujuan mnum Katekumen memahami latar belakang dan pesan dari

perintah 5-10.

Tujuan khusus 1. Katekumen menyadari bahwa semua perintah

tersebut berlaku untuk dirinya.

2. Katekumen melihat kenyataan dalam jemaat yang

tidak dengan tuntutan perintah Tuhan dan dapat

menentukan sikap.

PENGANTAR

Kita akan membahas judul inl dengan sistematika, sbb.:

I. Perintah ke lima

II. Perintah ke enam

III. Perintah ke tujuh

IV. Perintah ke delapan

V. Perintah ke sembilan

VI. Perintah ke sepuluh

A. URAIAN

I. PERINTAH KE LIMA

"Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu" (Kel. 20:12, lih. juga Ul. 5:16).

Teks dari kitab Ulangan lebih panjang. Sesudah kata "ibumu" tercantum "seperti yang diperintahkan kepadamu oleh Tuhan, Allahmu

..." Dalam kitab Imamat disebutkan orang Israel menyegani ibu dan ayahnya (19:3, hh. juga Ul. 21:18-21; Ams. 6:20).

Semua orang Israel, segala umur, harus menghormati orang ayah dan ibu mereka. Yang melanggar perintah ini dihukum. Mereka yang mengutuk dihukum mati. "Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya, ia pasti dihukum mati" (Kel. 21:17; lih. juga Im. 20:9; Ams. 20:20). Ancaman hukuman mati ini juga disebutkan oleh Yesus (Mat. 15:4). Rasul Paulus menasihati agar anak-anak menaati orang tua mereka (Ef. 6:1; Kol. 3:20). Ungkapan "hormat" dan "taat" mempunyai pengertian etis (perilaku).

Sikap dasar anak-anak dan generasi muda terhadap orang tua: menghormati dan menaati secara kritis dan kreatif. Taat kepada Allah itu mutlak. Bila orang tua justru mengajar tentang hal-hal yang bertentangan dengan firman Allah, anak tidak harus mengikuti orang tua. Ke­taatan kepada orang tua ada batasnya sedangkan ketaatan kepada Tuhan itu mutlak. Firman Tuhan: "Kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia" (Kis. 5:29). Anak yang baik itu kritis dan kreatif terha­dap semua masukan dari orang tua (nasihat, petunjuk, penugasan, arahan dll.), tidak seperti robot yang fanatik tentang orang tuanya. Ketaatan anak kepada orang tua bersifat rohani maupun ekonomis, terutama bila orang tua tidak dapat menolong diri lagi. Dengan kritis dan kreatif itu kepribadian mereka tumbuh berkembang. Karena itu keluarga Kristen itu seharusnya demokratis, senang bermusyawarah, bukan keluarga feodal yang menganggap bapak ibu pasti benar, anak harus menurut saja seperti kerbau dicucuk hidung.

Yang dimaksud dengan ayah dan ibu ialah:

1. Orang tua secara jasmani (ayah dan ibu). Karena Allah telah mewajibkan kepada mereka untuk mendidik anak-anak sesuai dengan kehendak Allah (Ul. 6:6,20; Kel. 12:26 dst; 1 Pet. 2:9). Tugas dari Allah ini menimbulkan kehormatan orang tua atas anak-anak mereka. Ti­dak karena alasan manusiawi anak/orang muda hormat kepada orang tua (karena yang melahirkan/membesarkan/membiayai, memberi se­gala kebaikan, jadi pemimpin, berprestasi dll.). Sumber kewibawaan orang tua terhadap anak-anak ialah ketaatan mereka kepada Allah. Hanya dengan taat kepada Allah orang tua dapat menjaga kewiba­waan mereka.

2. Generasi tua. Sebab Allah telah memakai sebagai alat-alat pekerjaan-Nya. Orang muda seharusnya memperlakukan generasi tua sebagai orang-orang yang berarti dalam persekutuan.

3. Pemerintah. Sebab Allah memakainya sebagai hamba-Nya (Rm. 13). Selama pemerintah tidak melawan Allah, kita harus hormat dan taat

II. PERINTAH KE ENAM

"Jangan membunuh" (Kel. 20:13; Ul. 5:17).

Allah itu sumber kehidupan yang menciptakan manusia sebagai gambar-Nya. Karena itu manusia dilarang membunuh sesamanya. (Larangan ini tidak berlaku untuk makhluk hidup lainnya). "Membunuh" dalam perintah ini mempunyai arti harfiah, mematikan manusia. Karena jatuhnya manusia ke dalam dosa, sesudah Kain membunuh Habel (Kej. 4:8), panggung sejarah ini mementaskan drama pembunuhan baik perorangan maupun kelompok. Yesus memperdalam tuntutan hukum ini: "Kamu telah mendengar yang dinfiirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum ..." (Mat. 5:21,22). Menurut Yesus, jangan membunuh =jangan marah, marah=membunuh=tidak menghargai martabat orang lain.

Arti perintah ke enam ini

1. Kita harus menghargai hidup. Hak hidup bagi setiap orang adalah pemberian Allah, termasuk HAM.yang dilindungi. Kita harus menjalani hidup ini dengan bersyukur dan bertanggungjawab. Manusia penting dimata Allah. Karenanya Yesus datang agar hidup di dunia ini menjadi bermakna. Setiap orang itu berharga di mata Tuhan, tidak pandang kelas sosiahilnya, sebab ia adalah partner Allah dalam karya penyelamatan
(Kis. 3:7).
Karena hidup ini penting dan harus bermakna, maka kita boleh bercita-cita dan berjuang. Mereka yang berputus asa harus dibangkitkan kembali.

2. Manusia tercipta sebagai keluarga. Karena itu harus saling menerima, saling menyemangati, sahng menghargai dan saling mengasihi dan melayani. Tuhan mengasihi semua orang. Hidup-Nya adalah memberi dan membagi. Dia menjadi sumber inspirasi dalam kehidupan bersama.

3. Hal-hal yang kita tolak

a. Pembunuhan,baik perorangan maupun massal, budaya kekerasan,
diskriinminasi terhadap kelompok-kelompok inminoritas, budaya mencari tumbal.

b. Bunuh diri.

c. Abortus provokatus (pengguguran kandungan dengan sengaja).

d. Eutanasia, yaitu membunuh pasien atas permintaan keluarga ybs. Dengan pertimbangan tertentu. Ada tiga bentuk: i) membantu kematian pasien tanpa menderita; ii) mempercepat kematian pasien yang menderita sakit tanpa harapan sembuh; iii) mercy killing (membunuh secara halus atas permintaan pasien ysb., keluarga atau negara). Semua bentuk itu kita tolak.

e. Hukuman mati (melalui pengadilan resiniresmi atau pengadilan massa). Sebab melawan hak hidup seseorang.

III. PERINTAH KE TUJUH

"Jangan berzinah" (Kel. 20:14; Ul. 5:18)

Perintah ini berhubungan erat dengan paham tentang perkawinan. Hubungan suami istri merupakan hubungan lahir batin. Hubungan itu melukiskan hubungan Kristus dengan jemaat-Nya (Ef. 5:32-33). Kristus menjadi teladan bagaimana mengasihi dan setia kepada jemaat sebagai partner-Nya. Suami istri satu sama lahi harus saling mengasihi, saling mempercayai dan setia satu sama lain. Perkawinan dengan kehidupan seksualnya dikuduskan dan memuliakan Allah.

Dengan perkawinan dicegah percabulan (1 Tes. 4:3-8). Bila salah satu pasangan berzinah dengan pria atau wanita lain, perbuatan itu dapat merusak ikatan lahir batin mereka. Orang yang berzinah tidak hanya merusak perkawinannya tetapi juga merusak dirinya sendiri. "Siapa yang melakukan zinah tidak berakal budi; orang yang berbuat demikian merusak diri" (Ams. 6:32). Zinah adalah hubungan seksual pria dan wa­nita di luar perkawinan. Zinah itu sendiri lebih dari hubungan seksual secara fisik. Sebab dalam Khotbah di Bukit Yesus memperdalam pengertian zinah menurut Taurat itu.Menurut Yesus ada zinah yang lain, yaitu zinah dalam hau". "Kamu telah mendengar firman: jangan

berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: setiap orang yang memandang perempuan serta menginginmkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya" (Mat. 5:27-28).

Secara positif, arti perintah ini ialah supaya menjaga kesucian per-kawinan, menyadari kuahtas kasih dalam suami istri. Bagi Yesus, kasih itu memberi. Bagi kebanyakan suami istri kasih itu berubah menjadi tuntutan demi tuntutan. Dewasa ini krisis keluarga teriadi di mana-mana. Masalahnya sering rumit. Ibu-ibu pejuang kesetaraan wanita-pria misalnya, mereka menghadapi suami-suami feodal yang menganggap istri mereka tidak lebih dari abdi dalem. Istri aktif di sektor publik (di luar rumah) menghadapi tuntutan suami-suami tinggal di sangkar emas. Lain lagi, karena bermacam-macam alasan suami istri ada yang tidak mau hidup bersama lagi. Sering hal itu disertai dengan hubungan seksual dengan pria atau wanita lain. Banyak pula hidup bersama tanpa nikah. Jemaat sering begitu peka (cepat tanggap) tentang masalah seksualitas. Lebih peka daripada masalah-masalah lainnya bahkan cenderung menghakiinmi.

IV. PERINTAH KE DELAPAN

"Jangan mencuri" (Kel. 20:15; Ul. 5:19).

Alkitab mengatakan bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah milik Allah. Kepemilikan kita akan harta milik hanya bersifat nisbi/relatif atau tidak mutlak. Kita hanyalah penatalayan atau juru kunci yang bertanggungjawab untuk mengelola (=mengurus, menggunakan) sesuai dengan kehendak Tuhan. Sebagai contoh, perlindungan kepada kaum miskin yang dikemukakan kitab Imamat 25, sbb.:

Tanah tidak boleh dijual mutlak (=lepas hak) sebab milik Tuhan. Para penjual diberi hak untuk menebusnya. Bila ia jatuh miskin, maka saudaranya wajib menolong untuk menebusnya. Bila yang terakhir itu tak mampu, pada tahun Yobel (tahun ke 50), tanah itu tanpa tebusan kembah kepada penjualnya.

Padang penggembalaan tidak boleh diperijual-belikan.

Bila seseorang jatuh miskin, saudara-saudaranya harus menolong dia, tidak boleh menjadikan mereka budak.

Dari keterangan itu jelaslah bahwa perintah ini dimaksudkan untuk melindungi golongan lemah/miskin terhadap orang-orang kaya yang cenderung loba, dan lupa bahwa semua miliknya sesungguhnya adalah milik Allah. "Mencuri" tidak hanya berarti pengambilan milik orang lain tanpa izin tetapi j'uga tindak ketidakadilan. Tidak memberi kepada orang lemah sama saja dengan mencuri. Sebab golongan lemah yang bodoh justru dijebak dari kebodohan mereka. Mereka sulit memperoleh kebutuhan primer mereka. Maka bila musim panen tiba, petani tidak boleh menyabit habis ladang mereka. Mereka harus menyediakan sebagian panenan itu untuk kaum miskin dan orang asing. Demikian juga bila panen buah anggur (Im. 19:9-10).

Dunia kita marak dengan pencurian melalui banyak cara: reklame (Miklan), peraturan (UMR yang tak adil dll.), pembebasan tanah yang tanpa ganti rugi yang layak, timbangan, pemalsuan merk dagang, penyalah gunaan kredit usaha, penyelundupan, perdagangan melalui internet dll.

V. PERINTAH KE SEMBILAN

"Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu" (Kel. 20:16; Ul. 5:20).

Perintah ini dilatarbelakangi pengadilan Israel. Komponen penga-dilan ialah terdakwa, pendakwa dan dua atau tiga orang saksi serta para penatua sebagai pemimpin. Sidang diselenggarakan di pintu gerbang kota atau istana. Nasib terdakwa sangat tergantung dari kesaksian para saksi. Saksi yang benar ialah orang yang mengerti data sebenarnya dan meminta orang-orang lain mengetahui data tersebut Kalau tidak demikian, seorang saksi adalah saksi dusta. Saksi dusta akan mencelakakan terdakwa. Bila saksi itu jujur mungkin akan membebaskan terdakwa (bnd. Ayb. 29; Rut 4). Bila terbukti saksi itu dusta, ia terkena hukuman seberat hukuman yang harus ditanggung terdakwa. Sanksi ini perlu untuk menegakkan hukum. Sebagai gambaran, ingat bahwa Yesus disa-libkan karena ulah saksi-saksi dusta (Mrk. 14:55-58). Tentu saja apa yang terjadi pada diri Yesus tidak lepas dari pimpinan Tuhan.

Dari keterangan tentang latar belakang itu jelas bahwa maksud pe­rintah ini ialah memperingatkan agar jangan ada saksi-saksi dusta atau palsu.

Beberapa pelajaran dari perintah ini

1. Mendorong kita untuk selalu bertanya diri: apakah kita ini jujur terhadap orang lain di rumah, di masyarakat, di tempat kerja dll. Pertanyaan itu harus selalu kita jawab. Selanjutnya, bukan hanya kita harus jujur, tetapi kita harus mengasihi sesama. Kasih itu membuat orang menjadi bijaksana untuk kebaikan mereka. Semua itu harus di bawah terang kata-kata Yesus: "Jika ya hendaklah kamu katakan ya, jika tidak
hendaldah kamu katakan tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal da­ri si jahat" (Mat. 5:37). Kalau seorang istri bertanya kepada kita; "apakah suami saya punya pacar?" Bila memang pacar itu ada, lalu kita jawab dengan polos, "ya memang" (secara jujur), besar kemungkinan kejujuran kita itu membuat keluarganya gempar atau berantakan. Kejujuran seperti itu mencelakakan. Kita jujur dan bijaksana dan taat kepada hukum ka­sih kalau kita jawab "tidak" dan segera kita peringatkan suami tersebut tentang bahaya orang ketiga bagi keluarganya.

Hukum kasih adalah hukum yang besar (utama). Jangan sampai ki­ta menaati hukum yang kecil tetapi melanggar hukum yang utama (ka­sih). Kejujuran yang 100% polos dapat menelanjangi, memperlakukan orang di depan orang-orang lain. Sebagai perimbangan baiklah kita se­lalu ingat akan kebaikan orang-orang ybs. Perlu kita catat bahwa me­mang ada hal yang tidak bisa lain memang harus begitu. Bila tidak begitu akan menjadi salah. Kebijaksanaan tak diperlukan. Misalnya, orang bertanya kepada kita "siapakah Yesus bagimu?" Jawaban tidak mungkin dengan kebijaksanaan. Jawab kita hanya "Yesus itu Tuhan bagiku".

2. Kita harus menyadari bahaya lidah. Bahaya lidah ini dapat melalui pembicaraan hsan maupun tulisan (surat, memo, tulisan di mafis media dll). Lidah itu bagaikan api, dapat memuji Tuhan tetapi juga dapat mengutuki manusia (Yak. 3:1-12). la seperti puntung rokok yang dapat membakar hutan yang luas dan sulit dipadamkan. lidah dapat membu­at gosip yang merusak nama orang. lidah dapat dipakai untuk ngrasani
keburukan orang lain dari mulut ke mulut sehingga nama orang benar-benar hancur. Kita diperingatkan untuk tidak menghakiinmi orang lain. Yang kita tahu tentang orang lain barangkali hanya kulit-kulit perkaranya saja. Perasaan curiga adalah racun yang merusak. Ingat kata Yesus: "Jangan menghakiinmi" (Mat. 7:1).

VI. PERINTAH KE SEPULUH

"Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini istrinya atau hambanya laki-laMki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apa pun yang dipunyai sesamamu" (Kel. 20:17, lih. juga Ul. 5:21).

Kata kunci dari perintah ini ialah "mengingini". Mengingini adalah persoalan hati. Sebelum Hawa memetik buah terlarang di taman Eden, hatinya tertarik dan mengingini buah yang sebelum terjadinya godaan hanya buah yang biasa-biasa saja (Kej. 3:6). Keinginan merupakan motivasi (=dorongan) kelakuan dan perbuatan nyata. Keinginan yang dipersoalkan oleh perintah ini adalah keinginan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Itu salah. Keinginan yang lain seperti orang ingin punya mobil, ingin menjadi petinju, ingin masuk surga, ingin punya TV, ingin beristri cantik, ingin bertransmigrasi ke bulan dll. tidaklah salah. Keinginan untuk melampiaskan dendam, untuk berbohong, membinasakan lawan dll. semacam itu dilarang sebab bertentangan dengan ke­hendak Tuhan.

Arti etis dari perintah ini

1. Kita diingatkan untuk mensyukuri hidup ini. Ini u'tidak berarti kitaharus menerima begitu saja apa pun keadaan kita. Kita perlu memperjuangkan kehidupan yang lebih sejahtera lahir dan batin. Kita memiliki kebebasan untuk berkehendak (berkeinginan). Tetapi kebebasan itu ha­nya dapat kita miliki apabila kita tetap di dalam persekutuan dengan Tuhan dan setia kepada-Nya. Kebebasan itu adalah kebebasan dalam
kerangka hidup bersyukur kepada Tuhan. Dengan semangat den iklim bersyukur itu kita dapat berbahagia atas keadaan kita.
Artinya, tidak cemburu kepada orang-orang lain serba lebih daripada kita dll.

2. Kita diingatkan supaya selalu menyadari aneka keinginan yang berkembang dalam diri kita. Ada dua macam keinginan. Yaitu yang bersumber dari kebebasan kita dalam Tuhan dan yang berasal dari si jahat (=nafsu). Rongrongan nafsu dapat membusukkan kemanusiaan kita "dari dalam" dan membuat hidup ini tak bermakna. Adalah bijaksana untuk selalu menguji segala keinginan kita sambil mewaspadai jebakan
si jahat.

B. POKOK-POKOK DISKUSI

1. Apa saja sebab-sebab dari krisis kebanyakan keluarga dalam jemaat dan masyarakat? Bagaimana pendapat dan sikap Saudara?

2. Apakah generasi muda menaruh sikap kritis dan kreatif terhadap segala masukan dari generasi tua? Bagaimana pengalaman Sauda­ra? Bagaimana pendapat dan sikap Saudara terhadap sikap generasi muda pada umumnya?

3. Ada dua macam keinginan hati pada manusia. Sebutkan dan terangkan!

4. Sebutkan bermacam dusta/ketidak jujuran dalam jemaat dan masyarakat. Bagaimana sikap Saudara?

Tidak ada komentar: