Minggu, 20 April 2008

Pertemuan 39


HUBUNGAN DAN DIALOG ANTAR UMAT BERAGAMA

Tujuan umum Katekumen memahami dasar, tujuan, manfaat dialog

antar umat beragama dan bagaimana dilaksanakan.

Tujuan khusus Katekumen memiliki koinitmenkomitmen (akad tekad) untuk

meningkatkan pergaulan, berdialog dan bekerjasama

dengan umat beragama lain .

PENGANTAR

Kita membahas judul tni dengan sistematika sbb.:

I. Hubungan dan dialog

II. Kerukunan, dialog dan kerjasama antar umat beragama

1. Situasi umum

2. Sikap yang diperlukan untuk membangun hubungan dan dialog.

III. Dasar pembangunan hubungan dan dialog antar umat

1. Pandangan Kristen

2. Pandangan Islam

IV. Tujuan dialog antar umat beragama

V. Bahaya yang perlu diwaspadai
VI Kesiapan untuk berdialog

VII. Hambatan bagi hubungan dan dialog antar umat beragama

VIII. Bentuk-bentuk hubungan dan dialog antar umat beragama

A. URAIAN

I. HUBUNGAN DAN DIALOG

1. Pengertian

Hubungan antar umat beragama dapat tanpa dialog karena hubungan itu lebih luas, berisi juga hal-hal yang non agama. Seballiknya, tak ada dialog antar umat yang tanpa hubungan. Kedua hal itu harus selalu dipelihara dan dibangun.

Dialog berarti percakapan antara dua atau beberapa pihak yang sederajat yang saling menghargai dengan tujuan untuk saling memahami atau memecahkan masalah. Dialog antar umat beragama melibatkan umat berbagai agama di mana satu sama lain sharing atau berbagi pengetahuan dan pengalaman iman kepada Tuhan di antara umat ber­agama. Dalam dialog terjadi saling mendengar kesaksian iman dan pikiran pengetahuan tentang agama satu sama lain.

2. Dialog Formal dan Informal

a. Dialog formal (resiniresmi), yaitu dialog di antara lembaga umat melalui wakil- wakilnya.Misalnya Musyawarah Antar Agama 30 November 1967.

b. Ada dialog informal (tidak resiniresmi). Yaitu dialog yang tidak mewakili lembaga agama. Dialog ini dapat dilakukan oleh para pemimpin umat beragama setempat atau oleh umat itu sendiri.

Pertemuan ini lebih banyak membahas dialog informal. Dialog antar umat beragama tidak boleh dipakai sebagai pengganti pekabaran Injil. Di sini kita hanya akan membahas dialog Kristen - Islam. Karena dari pengalaman ternyata dialog yang satu ini mengalami banyak kesulitan dan masalah di samping harapan dan perkembangan yang perlu disyukuri. Kita mengharapkan agar dialog tidak hanya melibatkan golongan elit atau pimpinan umat tetapi menjadi dialog antar umat. Masalah apa pun hendaknya kita pikirkan dan sikapi secara arif dan positif dalam bingkai kerukunan nasional.

Walaupun pembahasan di sini dimaksudkan tentang dialog Kristen - Islam, namun kita harus meinikirkan dan mengusahakan hubungan dan dialog dengan agama-agama lain (Katolik, Hindu, Buddha, Khong Hu Cu) dan kelompok Kebatinan atau Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagian dari pokok-pokok pikiran di sini tentu berlaku untuk memperluas hubungan dan dialog dengan umat beragama apa pun.

II. KERUKUNAN, DIALOG DAN KERJASAMA ANTAR UMAT BERAGAMA

1. Situasi Umum

a. Kualitas Kerukunan Antar Umat Beragama

Kualitas kerukunan antar umat ini di daerah kita sangat beragam. Ada yang benar-benar baik tetapi ada yang kurang baik bahkan semu. Di daerah di mana dialog itu kurang baik, jemaat banyak yang mengalami kesulitan. Misalnya,

i. kesulitan mendapatkan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) gereja

ii. pelayanan gereja sering dicurigai sebagai alat kristenisasi

Kedua masalah ini menandakan bahwa kerukunan itu hanya baik secara kulit di daerah tertentu. Keadaan menjadi lebih sulit apabila di daerah tertentu ada oknum pejabat atau alat negara yang fanatik dan meinihakmemihak. Kerukunan yang semu haras secara berangsur-angsur diubah menjadi kerukunan yang sejati. Pejabat seharusnya menjadi alat penye-lenggaraaan negara yang Pancasilais, menjadi pengayom yang adil bagi semua umat beragama di daerahnya. Kita harus mendorong agar semua pihak meningkatkan kuahtas kerukunan antar umat. (Termasuk keru­kunan antar umat Kristen).

b. Kehidupan Gereja Dan Umat Beragama Lain

Kebanyakan gereja cenderung bersikap introvert (lebih mementingkan urusan ke "dalam" atau menutup diri). Kehidupan umat beragama telah terkotak-kotak, saling kurang terbuka. Situasi tersebut mempennrmudah terjadinya ketegangan dan mengundang perasaan saling curiga. Proses globalisasi yang kita alaini mendorong berkembangnya primordialisme, termasuk primordialisme agama. Akibat ekstrim ialah tumbuhnya/ fana-tisme sempit yang dilatar belakangi oleh ketakutan terhadap perubahan.

2. Sikap Yang Membangun Hubungan Dan Dialog Antar Umat
a. Koeksistensi Dan Proeksistensi

Kita harus membongkar isolasi diri dan menggantikan wawasan intro­vert dengan wawasan koeksistensi dan proeksistensi. "Koeksistensi" berarti memberikan tempat bagi orang lain dalam kebersamaan. "Proeksistensi" berarti hidup untuk kepentingan orang lain. Dalam kehidupan bersama terjadi proses dialog yang terus menerus. Tidak ada kehidupan bersama tanpa dialog. Karena itu kita harus membuka diri untuk menerima umat beragama lain dan mengembangkan kebersamaan dengan mereka. Hanya apabila kita bersikap terbuka akan mampu me­ngembangkan koeksistensi dan proeksistensi. Terbuka berarti menghargai dan berdialog.

b. Toleransi

Keterbukaan satu sama lain berarti toleransi. Istilah itu berasal dari kata "toleraire" (Latin), artinya bertahan atau meinikulmemikul. Bersikap toleran ber­arti bersedia saling meinikulmemikul beban, memberi tempat kepada pihak lain, kesabaran/ketabahan. Semua pihak yang berbeda wawasan tetapi berse­dia meinikulmemikul beban bersama. Kita harus toleran. Artinya, menyadari dan menerima kenyataan bahwa di samping kita ada umat beragama lain yang harus kita hormati, terima sebagai saudara dalam hubungan yang dialogis. Aspek penting dalam toleransi ialah tenggang rasa satu sama lain. Hal ini menjadi kewajiban semua warga negara.

III. DASAR/ALASAN PEMBANGUNAN HUBUNGAN DAN

KERJASAMA ANTAR UMAT

1. Pandangan Kristen

a. Dasar Teologis

i. Ketritunggalan Dan Kasih Setia Allah

Ketritunggalan Allah dalam Bapa, Anak dan Roh Kudus menunjukkan perbedaan dalam kesatuan yang tidak terpisahkan. Ketritunggalan adalah ketritunggalan dalam karya-Nya: Dia mencipta, membebaskan dan menguduskan. Kita menolak pendapat bahwa Allah orang Kristen itu tiga. Hubungan Bapa-Anak-Roh adalah hubungan kasih sehingga kita katakan bahwa Allah itu Kasih.

Kasih ini sangat ditekankan dalam Akitab sejak penciptaan dunia dan manusia. Allah mengasihi semua orang, tanpa pandang agama apa pun. Karena itu kasih yang vertikal (ke atas) itu harus berdampak kasih secara horisontal (mendatar), yaitu kasih semua orang satu sama lain.

Agama tidak boleh menjadi tembok peinisah yang mengkotak-kotakkan umat. Allah menciptakan manusia sebagai satu keluarga besar. Jadi, ketritunggalan Allah ini memberikan petunjuk bagi pembangunan kerukunan antar umat beragama berdasarkan kasih. Dalam kerukunan tetap ada perbedaan yang tidak boleh dimanipulasi atau dikaburkan apalagi dianggap tidak ada Kita menolak usaha pemecah-belahan umat beraga­ma oleh siapa pun dengan alasan apa pun.

ii. Kesamaan Manusia Di Hadapan Allah

Semua orang diciptakan sebagai gambar Allah (Kej. 1 dan 2), tak pandang beragama apa pun. Kesegambaran manusia dengan penciptanya itu berarti panggilan supaya manusia mencerininkanmencerminkan sifat-sifat Allah, yaitu kasih. Artinya, kita harus mengasihi Allah dan se­mua orang.

Semua orang telah jatuh ke dalam dosa. (Kej. 3, Rm. 5:12). Semua agama mengakui dosa ini dengan pengertian yang berbeda-beda.

Allah mengasihi semua orang. Kristus adalah Juru Selamat semua orang, baik diterima maupun ditolak (Yoh. 3:16).

Semua orang akan menghadapi pengadilan Allah (Rm. 14:12).

iii. Tentang Agama-agama

Kita percaya bahwa Allah di dalam Kristus melalui Roh Kudus bekerja di dalam agama-agama lain secara tersembunyi. Di dalam agama-agama ada nilai-nilai kebenairan. Misalnya, pengajaran tentang cinta kasih, perdamaian, persaudaraan, kebajikan, amal, keselarasan, kemuliaan. Itulah nilai-nilai kebenaran. Disebutkan "ada nilai kebenaran", tidak berarti bahwa agama-agama itu (termasuk agama Kristen) seutuhnya pasti benar. Yang pasti benar ialah Tuhan. Agama tidak boleh dipertahankan. Nilai-nilai kebenaran itu sendiri tidak menyelamatkan tetapi mengarah-kan kepada Tuhan. Hanya Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat, itu saja yang menyelamatkan. Dia mengasihi semua orang, apa pun agama mereka. Agama Kristen pun tidak menyelamatkan. Karena itu kita menerima agama-agama lamin secara positif, menaruh hormat dan menga­sihi semua penganutnya. Kelak akan nyata bahwa Kristus adalah Kepala semua orang dan segala sesuatu (Ep. 1:10).

Kepelbagaian agama mengharuskan kita supaya membangun hubungan baik dan berdialog terus-menerus. Dialog adalah bagian dari kerukunan. Terlebih karena semua agama di negeri kita adalah pendatang. Kerukunan mempunyai "harga mati". Artinya, tidak dapat ditawar. Kita harus mengembangkan "kerukunan dari bawah" secara nyata tanpa direkayasa dari "atas". Kerukunan itu hendaknya diisi dengan kerjasama untuk menjawab masalah-masalah bersama, seperti masalah sosial, kemanusiaan, kebodohan, kesehatan, lingkungan hidup, keadilan. Keru­kunan bukan tujuan tetapi "alat" untuk bersama-sama memperjuangkan kesejahteraan umat.

iv. Panggilan: Supaya Kita Bersaksi Dan Melayani

Panggilan ini hanya dapat dilaksanakan apabila kita terbuka kepada umat beragama lain, untuk mengembangkan hubungan yang dialogis, kerukunan yang dinainisdinamis dan kerjasama dengan umat beragama lain. Bersaksi dan melayani berarti berdialog. Tidak mungkin kita melaksanakan panggilan ini dengan mengabaikan hubungan, dialog dan kerja­sama dengan umat beragama lain. Sekali lagi, tidak mungkin!

b. Dasar Kebudayaan.

Kerukunan dan kekeluargaan merupakan inti kebudayaan yang kita warisi dari leluhur. Budaya rukun itu nyata dalam gotong royong, suka saling menolong. Budaya rukun dan kekeluargaan ini sekarang terkikis oleh modemrnisasi dan mengendur. Adalah tugas bersama seluruh bangsa untuk melestarikan dan mengembangkannya secara dinainisdinamis menjadi kerukunan yang membangun.

c. Dasar Sejarah.

Perjuangan kemerdekaan untuk mendirikan negara kita adalah perju-angan seluruh rakyat, beragama apa pun, termasuk umat Kristen Indo­nesia. Negara ini milik semua, bukan milik segolongan orang.

d. Alasan Konstitusional.

Pancasila menolak penganak tirian golongan apa pun dan UUD 1945 pasal 29 menjaininmenjamin kebebasan beragama dalam semangat kerukunan. Dwitunggal kebebasan dan kerukunan sama dengan Pancasila dan UUD 1945 yang tak dapat dipisahkan. Kebebasan tanpa kerukunan dan keru­kunan tanpa kebebasan itu mustahil! Keserasian/keselarasan yang dina­inisdinamis antara kebebasan dan kerukunan harus selalu dikembangkan bersama. Kebebasan tidak boleh mengorbankan kerukunan. Sebaliknya, kerukunan tidak boleh mengorbankan kebebasan.

e. Dasar Kemajemukan Masyarakat Dan Bangsa.

Kemajemukan masyarakat itu mengharuskan masing-masing golongan dan kelompok agama untuk rukun dan saling bekerjasama. Kemajemuk­an tanpa kerukunan berarti perpecahan.

Dasar-dasar tersebut mengharuskan umat Kristen untuk berpartisipasi dalam pembangunan kerukunan dan kerjasama antar umat beragama. Bukan hanya karena pangguan Tuhan tetapi juga alasan-alasan keagamaan, kebudayaan dan sosial/ kebangsaan. Karena itu kerukunan masyarakat dan bangsa bukan perkara yang layak ditanggapi dengan sikap mau/tidak mau, senang/tidak senang. Indonesia yang religius adalah Indonesia yang bhineka tunggal ika. Sikap tidak rukun adalah penyangkalan terhadap Indonesia.

2. Pandangan Islam

Dalam hubungan Kristen-Islam terdapat banyak masalah terutama di daerah-daerah fanatik. Bahkan juga secara nasional terdapat banyak ma­salah. Hal ini harus kita perhatikan. Apakah Islam menyediakan dasar-dasar untuk pembangunan hubungan dan dialog antar agama? Berikut ini kutipan dari Al Qur'an dan Hadits serta Piagam Madinah.

a. Dari Al Qur'an

S. 49.11-12

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain boleh jadi mereka lebih baik dari mereka dan jangan pula wanita-wanita lain boleh jadi wanita yang lebih baik dari wanita dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk pang-gilan ialah yang buruk sesudah beriman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang zalim."

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain ..."

S. 49.13

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supayakamu saling kenal mengenal..."

S. 60.8

"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memeranghinmu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil".

S. 2.213

"Manusia itu adalah umat yang satu ..."

S. 5.82

"Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: 'Se­sungguhnya kami ini orang Nasrani'. Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyom-bongkan diri".

b. Dari Hadits (sebagaimana dikutip dalam buku Bingkai Teologi)

"Janganlah kamu sating menghasut, sating berpahng dan benci-mem-benci (dendam), tetapi jadilah kamu sebagai hamba yang bersaudara". (HR Buchari).

"Janganlah prasangka buruk, karena perasangka buruk itu adalah perbuatan yang paling palsu. Janganlah kamu sating mencari kejelekan. Janganlah kamu satling memata-matai. Janganlah kamu be&rsaingan tidak jujur. Janganlah kamu sating dendam. Janganlah kamu sating benci-membenci dan sating menohok kawan seiring. Tetapi hendaklah kamu menjadi hamba Allah yang penuh rasa persaudaraan." (HR Muslim).

"Nabi Muhammad SAW bersabda: 'Hindarilah prasangka buruk karena itu adalah sebohong-bohongnya ucapan jangan pula sating men­cari kesalahan, jangan satling iri, jangan sating membenci dan jangan membelakangi jadilah hamba Allah yang bersaudara" [U.K. Buchori: Muslim Riayadhus Sholihin:601)."Sejahat-jahat manusia ialah orang yang suka mengadu domba, memecah belah antara kekasih dan selalu ingin meneliti 'aib orangyang tidak bercacat". (HR Buchari dan HR Muslim).

c. Piagam Madinah

Dalam sejarah, nabi Muhammad di Madinah memaklumkan Piagam Madinah sebagai dasar untuk mengatur kehidupan bersama masyarakat majemuk di sana. Piagam ini kemudian menjadi acuan dalam pemba-ngunan masyarakat Madani. Garis besar isi Piagam Madinah itu sbb.:

Text Box: i. Orang-orang Islam dari Muhajirin dan Anshor itu satu umat ii. Orang Islam yang bersalah harus dihukum, tidak pandang bulu walaupun anaknya sendiri. iii. Orang-orang Yahudi yang ikut orang Islam akan mendapat hak dan bantuan yang sama, mereka ditolong dan dilindungi dari perlakuan yang tidak wajar dan orang Islam tidak akan bersekutu dengan golongan yang lain untuk melawan mereka. iv. Seorang musyrik Madinah tidak boleh melindungi harta atau jiwa orang musyrik Quraisy. v. Seorang muslim tidak boleh membantu atau melindungi penjahat. vi. Biaya untuk mempertahankan kota Madinah dipikul bersama antara kaum Yahudi dan kaum MusliininMuslimin, antara keduanya saling bahu membahu melawan musuh yang menyerang kota Madinah. vii. Bila orang-orang Yahudi atau kaum MusliininMuslimin diserang musuh salah satu diantara keduanya harus menolong yang lain. viii. Salah satu pihak tidak boleh mendurhakai sekutunya dan pihak yang teraniaya harus dibela dan dibantu. ix. Diantara kedua belah pihak harus saling menasihati. x. Kaum Yahudi bani Auf dan suku-suku Yahudi lainnya yang terikat dengan perjanjian ini bersekutu dengan kaum MusliininMuslimin, kaum Yahudi bebas menjalankan syariatnya (agamanya) dan kaum MusliininMuslimin juga bebas menjalankan syariatnya. (DEPAG RI, Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Umat Beragama di Indonesia, 1997, hlm. 18-19).

Text Box: i. Orang-orang Islam dari Muhajirin dan Anshor itu satu umat ii. Orang Islam yang bersalah harus dihukum, tidak pandang bulu walaupun anaknya sendiri. iii. Orang-orang Yahudi yang ikut orang Islam akan mendapat hak dan bantuan yang sama, mereka ditolong dan dilindungi dari perlakuan yang tidak wajar dan orang Islam tidak akan bersekutu dengan golongan yang lain untuk melawan mereka. iv. Seorang musyrik Madinah tidak boleh melindungi harta atau jiwa orang musyrik Quraisy. v. Seorang muslim tidak boleh membantu atau melindungi penjahat. vi. Biaya untuk mempertahankan kota Madinah dipikul bersama antara kaum Yahudi dan kaum MusliininMuslimin, antara keduanya saling bahu membahu melawan musuh yang menyerang kota Madinah. vii. Bila orang-orang Yahudi atau kaum MusliininMuslimin diserang musuh salah satu diantara keduanya harus menolong yang lain. viii. Salah satu pihak tidak boleh mendurhakai sekutunya dan pihak yang teraniaya harus dibela dan dibantu. ix. Diantara kedua belah pihak harus saling menasihati. x. Kaum Yahudi bani Auf dan suku-suku Yahudi lainnya yang terikat dengan perjanjian ini bersekutu dengan kaum MusliininMuslimin, kaum Yahudi bebas menjalankan syariatnya (agamanya) dan kaum MusliininMuslimin juga bebas menjalankan syariatnya. (DEPAG RI, Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Umat Beragama di Indonesia, 1997, hlm. 18-19).

Dari beberapa kutipan ini nyata bahwa Islam itu bukan agama yang tertutup melainkan terbuka untuk membangun kerukunan dan dialog dengan umat beragama lain. Fanatisme sempit dan perilaku yang tidak dialogis dalam bennasyarakat dan berbangsa jelas bertentangan dengan pengajaran tersebut

IV. TUJUAN DIALOG ANTAR UMAT BERAGAMA

1. Memahami pandangan umat beragama lain sebagai partner.

2. Kerjasama untuk kesejahteraan dan keadilan. Kerukunan bukan tujuan akhir. Maka harus kita usahakan kerukunan yang operasional, yang tidak hanya dibicarakan tetapi dilaksanakan secara nyata untuk menjawab tantangan dan masalah bersama.

V. BAHAYA YANG PERLU DIWASPADAI

Bahaya yang harus diwaspadai dalam mengembangkan hubungan, dia­log dan kerjasama antar umat ini sbb.:

1. Sinkretisme. Yaitu paham/kepercayaan yang mencampur adukkan kebudayaan dan agama atau agama/kepercayaan yang satu dengan lainnya. Misalnya, ada yang berkesimpulan bahwa semua agama sama saja sehingga tidak jelas lagi tentang keyakinan iman pribadinya.

2. Skeptisisme. Yaitu faham yang meragukan sesuatu atau menganggap sesuatu tidak pasti. Dapat teriadi orang menjadi skeptis (=ragu-ragu) terhadap iman pribadinya karena segala masukan dari hubungan dan dialog antar umat.

3. Relativisme. Yaitu faham yang menganggap sesuatu tidal mutlak atau nisbi, dalam hal iman, adalah hal-hal yang bersifat mutlak (tidak bersifat relatif). Misalnya, Yesus itu Tuhan. relativisme merupakan "ancaman" bahwa hal-hal yang mutlak dianggap tidak mutiak.

VI. KESIAPAN BERDIALOG

Pada umumnya kita belum siap untuk berdialog dengan umat beragama lain. Karena itu gereja harus menyiapkan diri melalui pembinaan yang terus menerus. Kondisi siap berdialog itu a.l. berarti sbb.:

1.Kita sungguh-sungguh memahami dengan baik pengajaran Kristen agar dapat menjelaskan isi iman Kristen kepada partner dialog baik dari segi pengetahuan maupun pengalaman hidup beriman. Selain itu kita juga harus berusaha untuk mengetahui agama-agama lain. Tidak perlu dibuat ukuran mengenai "memahami dengan baik" ini. Kita akan selalu merasa kekurangan. Walaupun demikian, tidak perlu menghambat dia­
log. Yang terpenting, kita harus jujur. Tentang hal-hal yang kurang mengerti diakui dan akan berusaha untuk lebih mengerti dan memberikan informasi yang lebih baik dalam pertemuan berikutnya. Semua usaha ini dapat dilakukan secara pribadi maupun melalui kelompok minat yang mempelajari agama-agama yang sebaiknya dengan sengaja diselenggarakan setempat.

2.1. Kemampuan berbahasa yang baik. Kemampuan untuk merumuskan pikiran dalam mengemukakan dan menerima informasi tentang keyakinan,memperjelas hal-hal yang bersifat mendua (ambigu). Dalam hal berbahasa, kita memakai atau menerima istilah-istilah baku dengan disertai atau meminta penjelasan. Misalnya, istilah dosa, trinitas, tobat, amal, Roh Suci, yang dipakai oleh agama-agama tetapi isinya berbeda
satu sama lain. Penjelasan itu penting sekali untuk menghindari salah paham.

3.2. Kita rukun bersatu dengan umat Kristen dari aliran apa saja yang ada di daerah kita. Mustahil kita berbicara tentang kasih dan kerukunan antar umat beragama bila kita justru tidak rukun dengan sesama umat Kristen.

4.3. Jujur terhadap diri sendiri dan orang lain. Kita tidak boleh menganggap diri sendiri yang terbaik/paling benar dan orang lain tidak baik dan salah. Kita harus menghargai orang lain dengan jujur. Bila kita menilai diri yang paling benar, kita akan selalu membenarkan diri sendiri dan menyalahkan orang lain.Tidak ada orang yang mau dikalahkan oleh yang lain! Kita harus berani mengakui kekurangan atau kesalahan kita.
Berdialog berarti mencari kebenaran secara bersama.

5.4. Kita tidak berprasangka atau bersikap apriori terhadap partner dialog tetapi harus percaya kepada partner dialog.

6.5. Kita peka sosial dan solider terhadap orang lain khususnya golongan kecil/ lemah dalam masyarakat. Kepekaan dan sohlidaritas itu harus dikembangkan untuk menjadi milik bersama dengan umat beragama lain. Mustahil kita mengajak orang lain untuk peka dan solider terhadap sesama bila kita hanya mementingkan diri sendiri. Kesejahteraan seluruh umat adalah tantangan bersama. Untuk maksud itulah kita harus mencari titik-titik temu dengan partner dialog. Kebersamaan dan solidaritas kritis perlu digalang bersama. Kita tidak memusuhi orang lain tetapi juga tidak asal kawan lalu dibela.

7. Kita bersikap terbuka. Kita berusaha untuk memahami kelebihan dan kelemahan orang lain dan bersedia untuk mengakui kekurangan dan kesalahan sendiri. Perbedaan-perbedaan tidak boleh menjadi alasan untuk bertentangan. Berbeda tidak berarti bertentangan. Kita terbuka untuk belajar dari orang lain. Ini berarti kita harus tahan terhadap ketegangan, benturan-benturan dan konflik.yang mungkin terjadi dalam dialog. Dari situ kita justru makin diperkaya dan berpandangan luas sebagai tanda dari pertumbuhan kita.

8. Keyakinan bahwa kita dan partner dialog itu sederajat dalam upaya mencari kebenaran dengan semangat untuk saling mengerti. Dialog itu sendiri tidak boleh diperalat untuk inisi agama, misalnya untuk menarik orang lain ke salah satu agama. Tugas kita menjelaskan iman kita dan bersaksi tentang Yesus, bukan mengkristenkan orang. Bersama dengan partner dialog, kita berusaha memahami kehendak Tuhan seca­ra lebih baik. Hanya Tuhan saja yang pasti benar. Kita selalu berhadapan dengan inisterimisteri (rahasia), karenanya harus selalu rendah hati.

VII. HAMBATAN BAGI HUBUNGAN DIALOG ANTAR UMAT BERAGAMA

Kita perlu menyadari adanya hambatan-hambatan dalam dialog Kristen - Islam serta menentukan sikap terhadap hambatan-hambatan itu agar dialog memang dapat dilakukan.

1. Fanatisme Sempit Dan Kecurigaan

Fanatisme berarti pandangan sempit dengan model "hitam putih", menganggap agamanya sendiri yang benar dan agama orang lain tidak benar. Fanatisme sempit erat hubungannya dengan fundamentalisme, yakni pandangan yang menganggap bahwa kitab suci itu benar secara harfiah. Fanatisme sempit merupakan salah satu gejala kebangkitan agama-agama yang disebabkan oleh ketakutan terhadap perkembangan umat yang makin sekuler (menduniawi). Artinya, orang makin materialistis (mementingkan materi), konsumeristis (bernafsu untuk menikmati segala yang ditawarkan oleh dunia) dan individualistis (memen­tingkan diri sendiri). Kita tidak dapat menyetujui pandangan dan sikap fanatik dengan model "hitam-putih". Memandang diri sendiri yang benar dan orang-orang lain salah itu menyangkal pluralitas masyarakat Kita dan siapa pun hanya dapat bersaksi dan menjelaskan kebenaran tetapi tidak dapat memonopolinya. Di lapangan kita menghadapi fanatisme sempit dan kecurigaan.

Bagaimana masalah ini dipecahkan? Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yakni:

a. Membangun kerjasama antar umat beragama. Sebagai contoh, ketika PGI Wilayah Lampung dan gereja-gereja di Bandar Lampung melayani masyarakat di masa krisis, pemberian sembako kepada yang memerlukannya itu dicurigai sebagai alat kristenisasi. Untuk mengatasi masalah itu dibentuklah FASKAUBAL (Forum Aksi Sosial Kerukunan Antar Umat Beragama Lampung) yang didukung kalangan Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Katolik. Melalui Forum ini semua umat dari berbagai agama melayani secara bersama-sama Melalui FASKAUBAL ini temrnyata kecurigaan tersebut dapat dihapuskan. Isu kristenisasi mutlak harus dijawab agar tidak mengganggu hubungan kita dengan umat Islam. Bahwa gereja atau orang Kristen tidak mempunyai rencana dan upaya mengkristenkan orang-orang lain. Cara ini jauh lebih efektif daripada menghabiskan energi untuk menolak isu kristenisasi.

b. Menghadiri dan berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan antar pimpinan umat beragama yang diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat maupun lembaga-lembaga. Amat disayangkan karena kebanyakan pimpinan gereja menganggap pertemuan seperti itu kurang penting. Padahal hal itu menjadi bagian penting dari kepemimpinan mereka.

2. Kesenjangan Dan Kecurigaan Antar Pimpinan Umat

Ada pimpinan yang terpelajar, ada yang sederhana; ada yang memakai internet, ada yang belum memakainya; ada yang berstatus sosial tinggi, ada yang rendah dll. Perbedaan-perbedaan itu sering (tidak selalu) mengakibatkan perbedaan wawasan dan sikap dalam kebersamaan. Kesenjangan ini dapat mempersulit orang untuk mengambil bagian da­lam hubungan dan dialog. Tidak saling mengenal di antara pimpinan umat beragama juga menghambat pengembangan hubungan dan dialog, (bnd. Mohammad Sabri, 1999, hlm. 142). Kesenjangan-kesenjangan itu untuk sebagian tentu hanya akan terjawab dalam perkembangan. Sedangkan hambatan tidak saling mengenal diantara pimpinan umat hendaknya dipecahkan dengan menjalin hubungan, menghadiri undangan/pertemuan-pertemuan dll. seiring dengan tuntutan keterbukaan.

3. Beberapa Silang Pendapat Antara Kristen Dan Islam

Islam adalah agama pasca Kristen. Artinya ia datang sesudah Kristen. Sedangkan Kristen adalah agama pra Islam (sebelum Islam). Terdapat jarak panjang sekali antara Kristen dan Islam dari segi waktu (sekitar 6 abad), suku/kebangsaan, kebudayaan dll. Jarak panjang itu mengakibat­kan kesinambungan dan keterputusan walaupun keduanya berpaut ke-pada IbrahlmIbrahim. Sayang sekali bahwa pada awal pertumbuhannya, Islam tidak menerima penjelasan yang pas mengenai Alkitab dan iman Kristen baik dari kaum Yahudi maupun gereja Kristen di Arabia. Terjemahan Alkitab ke dalam bahasa Arab pun waktu itu belum tersedia. Keterpu­tusan itu berarti silang pendapat (yang menyangkut keyakinan) maupun salah paham. Di antaranya adalah sbb.:

a. Tentang Pewahyuan Dan Pengilhaman Kitab-kitab

i. Pandangan Kristen

Pokok persoalannya bukan pewahyuan tetapi penyataan Allah (=Allah menyatakan diri atau membuka selubung). Ada penyataan umum melalui hati nurani manusia (Rm. 2:15), alam/ciptaan (Rm. 1:28-25, Mzm. 19:1) dan sejarah. Hukum Taurat yang berintikan panggilan mengasihi Allah dan sesama (Mat. 22:37-40) tertulis dalam hati setiap orang. Karena itu manusia mengerti apa yang baik, yang jahat, yang benar dan yang salah. Penyataan umum inilah yang mendorong manusia untuk mencari Allah melalui agama-agama.

Di sisi lain, ada penyataan khusus, yaitu Yesus Kristus, Allah yang menjadi manusia (Ibr. 1:2). Penyataan umum tidak membawa manusia kepada pengenalan Allah. Penyataan itu hanya menyiapkan manusia

untuk mengenal Allah dalam Yesus Kristus. Ganti pewahyuan, istilah yang banyak dipakai ialah pengilhaman secara organis tentang penulisan Alkitab. Para penulis kitab-kitab itu menuliskan penyataan Allah yang diterima, mengolah semua yang diterima itu dengan seluruh potensi kemanusiaannya (pikiran, perasaan) dalam konteks zaman mereka yang berbeda-beda, situasi dan masalah-masalah di zaman mereka. Karena itu Alkitab sungguh-sungguh ilahi sekaligus manusiawi.

Terjadinya Alkitab itu sendiri memakan waktu sekitar 1500 tahun. Alkitab adalah kesatuan yang utuh, merupakan kesaksian firman Tuhan yang berpuncak pada Tuhan Yesus Kristus. PL menunjuk kepada Mesias yang akan datang (Yesus) dan PB menyaksikan Yesus yang datang. Para penulisnya adalah anak-anak zaman mereka yang jauh sekali dari kita. Untuk mendengar firman Tuhan, kita harus menafsirkannya bertitik tolak dari pengajaran dan kesaksian Yesus. Bila tidak demikian, maka orang akan menganggap ada bagian-bagian yang saling bertentangan.

ii. Pandangan Islam

Al Qur'an seutuhnya adalah wahyu dari Allah yang diterima secara lisan oleh Muhammad melalui bisikan dalam hati, impian, penglihatan, ilham dan kata-kata yang didiktekan oleh malaikat Jibril dalam bahasa Arab. Terbentuknya dalam waktu yang relatif lebih pendek daripada terbentuknya Alkitab. Wahyu itu ditujukan kepada seluruh isi alam dan malaikat, bukan hanya kepada manusia Jinilah aspek universalitas Islam.

b. Tentang Alkitab

Menurut pandangan Islam, Injil berarti semua kitab PB yang dibawa oleh Yesus dan murid-murid-Nya. Sedangkan taurat berarti PL yang dibawa oleh Musa (Moshe). Di samping itu Islam mengenal kitab Zabur yang dibawa oleh Daud. Musa, Daud dan Yesus diterima sebagai nabi atau utusan Allah untuk memberitakan kehendak-Nya kepada manusia dan dunia. Para pengikut Musa, Daud dan Yesus disebut ahLl.al.Kitab. Artinya orang-orang yang mempunyai Kitab. Islam berpandangan bahwa Al Qur'an itu menjelaskan dan mengoreksi Taurat dan Injil. Mengapa? Karena Injil itu telah dipalsukan oleh para pengikut Yesus, terutama oleh Paulus. Dalam proses pembentukannya terjadi pengurangan dan penambahan sedangkan naskah aslinya pun tidak ada. Al Qur'an diturunkan untuk mengoreksi atau meluruskan kembali apa yang telah dipalsukan itu. Dalam Al Qur'an orang mendapat keterangan yang benar tentang Yesus, bukan Anak Allah tetapi sebagai seorang nabi. Demikian pandangan Islam (Victor I Tanja, 1994, hlm.138-139). Selanjutnya, Alki­tab itu berikut semua nabi dan rasul sebelum Muhammad diperuntukkan dan diutus hanya kepada suku-suku mereka, bukan kepada seluruh manusia. Pendapat ini berdasarkan Al Qur'an S. 29.47 dan S. 6.114. (Dr. Yusuf Al-Qaradnawi, Bagahnana Islam Menilai Yahudi dan Nasrani, Gema Insani, 2000, hhn. 91).

Pandangan itu tidak sesuai dengan Alkitab yang adalah firman Tuhan (2 Tim. 3:16). Demikian juga Alkitab tidak hanya dialamatkan kepada Israel melainkan semua orang dan seluruh alam semesta (Yoh. 3:16, Mzm. 90:3, Mat. 28:19-20). Alkitab sendiri tidak pernah berbicara tentang Al Qur'an yang datang kemudian atau sesudahnya. Tentu saja orang hanya dapat mengakui bahwa Alkitab itu firman Tuhan berkat karya Roh Kudus, bila tidak demikian adalah mustahil (Mat. 16:17).

c. Tentang Keesaan Dan Ketritungalan Allah

i. Pandangan Kristen

Alkitab sangat menekankan keesaan Allah. "Dengarlah hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa!" (Ul. 6:4, lih. juga Mrk. 12:39). Allah yang esa itu adalah suci, tidak ada duanya (1 Sam. 2:2). Selain Dia memang tidak boleh disembah (Kel. 20:1-5). Dia adalah Allah yang hidup dan bekerja secara dinainisdinamis dalam sejarah, mengeluarkan Israel dari Mesir (Kel. 20:2), satu-satunya (=esa) yang layak disembah. "Esa" di sini tidak mempunyai arti hitungan (=satu), tetapi dalam arti etis sebagai-mana nyata dalam pekerjaanNya di dalam sejarah. Selain Dia memang tidak boleh disembah. Allah yang satu-satunya (esa) inilah yang menyatakan diri sebagai Allah Tritunggal, yaitu ketritunggalan dalam karya-Nya: sebagai Bapa yang menciptakan (Ul. 32:6; Yes. 63:16; Mat. 6:9:18; Luk. 11:2 ), sebagai Anak yang menyelamatkan dan sebagai Roh Kudus yang menguduskan (Yoh. 14:26; 2 Kor. 13:13). Sebutan "tritunggal" atau "trinitas" ini tidak terdapat dalam Alkitab. Sebutan itu lahir dalam seja­rah gereja ketika menghadapi aliran-aliran sesat.

ii. Pandangan Islam

Al Qur'an sangat menekankan keesaan Allah dalam arti satu-satunya, tidak ada duanya. "Dialah Allah Yang Maha Esa" (s. 112.1). Kita mendapat kesan esa dalam arti matematis (hitungan). Nabi Muhammad me-negaskan keesaan ini ketika melawan penyembahan berhala di Mekah. Selanjutnya, kita mendapat kesan bahwa penegasan itu juga dimak-sudkan untuk melawan Kristen yang menurut Al Qur'an menyembah Allah Bapa, Maria dan Yesus. S. 5:17: Sesungguhnya telah kafirlah o-rang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih, putera Maryam" (bnd. S. 5.72,73). Sebutan "Anak" bagi Yesus Kristus rupa-nya dipahami sebagai "anak" dalam pengertian biologis seperti anak yang lahir dari hubungan suami-istri. Dalam S. 6.101 tentang Allah disebutkan: "(Dialah) pencipta langit dan bumi, Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri? ..." Sebenamya iman Kristen tidak mengartikan sebutan "Anak" bagi Yesus dalam arti biologis tersebut Kita juga tidak mengartikan Allah tritunggal itu Bapa, Maryam dan Yesus.

d. Tentang Yesus KristusMenurut pandangan Islam, Yesus adalah nabi dan rasul, disebut dengan nama Isa Almasih anak Mariyam, Sabda atau Kalimat Allah, Ruh Allah,Saksi, Tanda dari Allah, Rahmat dari Allah. Selain bertugas sebagai nabi dan rasul, la haras memberitakan hari kiamat dan menubuatkan kedatangan Ahmad (=yang dimasyurkan). Namun Yesus adalah manusia iasa yang lahir dari perawan Maryam yang suci dan melebihi segala wanita (S. 3:42). Mariyam mengandungkan Yesus tidak karena berhubungan dengan laki-laki tetapi karena kuasa Ilahi (S. 3.42). Yesus mati
tidak karena disalib, bahkan Dia tidak disalibkan. Yang mati di atas salib itu adalah orang yang menyerupai Yesus. Allah mengangkat Yesus kepada-Nya (S. 4:157,158).

Pandangan tersebut di atas tidak sesuai dengan Alkitab. Yesus bukan hanya manusia biasa, bukan hanya rasul atau nabi tetapi Tuhan (1 Yoh. 5:20). Dia adalah Allah yang menjadi manusia (Yoh. 1:14). Nama Yesus dalam bahasa Ibrani Yeshua yang berasal dari kata Yehoshua, artinya Tuhan (=Yahweh) atau Juruselamat (Mat. 1:21). Nama "Kristus" adalah gelar Yesus, sama dengan Mesias atau Al Masih, artinya yang diurapi sebagai tanda menerima mandat dari Allah untuk menyelamatkan. Da­lam rangka pekerjaan-Nya, la menjadi Imam Besar yang mengorbankan diri-Nya untuk menyelamatkan manusia (Ibr. 4:14-16). Di dalam Dia manusia diselamatkan (Mat. 21:11,46; Mrk. 6:15; Yoh. 9:17; luk. 7:16;Kis. 3:22). Sebagai manusia, la berbeda dengan semua orang, yaitu la tidak berdosa (2 Kor. 5:22). Karena tidak berdosaan-Nya itu maka maka selalu taat kepada Allah, Bapa kita. Ketaatan-Nya itu pun ketaatan melalui perjuangan untuk memenangkan kehendak Allah, tidak bersifat otomatis (ibr. 5:8; Luk. 22:39-46). Pada akhir zaman, Yesus akan datang sebagai Hakim yang mengadili semua orang (Mat. 25:31-46).

e. Tentang Keselamatan Manusia

Pandangan Islam, mengatakan bahwa manusia diciptakan dengan fitrahnya supaya ia tunduk menyembah kepada-Nya (S. 51:56) manusia mampu melaksanakan kehendak Allah sebab dosa tidak merusak dirinya secara total. Dosa adalah pelanggaran manusia terhadap kehendak Allah yang dapat ditebus dan dipertanggungjawabkan secara prbadi de­ngan jalan mendengarkan dan melaksanakan kehendak Allah. "Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Tuhan mereka demikianlah balasan orang-orang yang berbuat baik" (s 39. 33,34 bnd. s 2. 177).

Iman dan perilaku itu meliputi:

i. Beriman kepada Allah, malaikat, nabi dan rasul, kitab-kitab dan hari kiamat.

ii. Melaksanakan rukun Islam: Sahadat, Salat, Zakat, puasa di bulan Ramadhan dan pergi haji bagj yang mampu.

iii. Melaksakan syariat dan perbuatan yang baik, meningggalkan yang jahat dan selalu mohon pengampuan Tuhan. Pada hari kiamat, orang akan diadili berdasarkan kelakuan dan perbuatannya, akan mendapat hukuman atau pahala.

Pandangan ini sangat berbeda dari iman Kristen. Alkitab menga­takan bahwa dosa merusak manusia secara total atau lahir batin, tidak dapat menyelamatkan diri kecuali dengan percaya dan mengikuti Tu­han Yesus. Segala kelakuan dan perbuatan baik hanyalah buah-buah iman, tidak mampu menyelamatkan manusia dari hukuman dosanya.

f. Tentang Dosa Warisan

Menurut pandangan Islam, tidak ada dosa warisan. Orang tidak dapat menanggung dosa orang lain. Jatuhnya Adam dan Hawa ke dalam dosa menjadi tanggung jawab mereka sendiri. Pendapat ini berdasarkan Al Qur'an S. 2:51-57. (Dr.Yusuf Al-Qaradhawi, hlm. 101).

Pandangan ini tidak sesuai dengan Alkitab yang memahami bahwa semua orang dari segala zaman itu adalah keluarga besar. Bukan hanya tanggung jawab Adam dan Hawa tetapi semua orang sebagai keluarga besar. Pelanggaran Adam ini mendatangkan hukuman bagi semua orang (Rm. 5:18). Sejak dalam kandungan ibunya manusia telah berdosa (Mzm. 51:7). Sejak kecil, manusia hatinya telah jahat (Kej. 8:21). Akibat dosa, terjadi permusuhan antara Allah dan manusia (Kej. 3:15). Keselamatan dari Kristus tidak hanya untuk Israel, tetapi untuk dosa seluruh dunia. Inilah aspek universalitas keselamatan dari Kristus (1 Yoh. 2:2). Siapa pun percaya kepada-Nya bebas dari penghukuman (Rm. 8:1).

g. Tentang Ismael Yang Dikorbankan Oleh Abraham

Menurut pandangan Islam, Ismael itulah yang dikurbankan oleh Abra­ham. Sesudah Hagar melahirkan Ismail, atas desakan Sarah, istri pertamanya, Hagar dan Ismail diusir. Abraham mengantarkan mereka ke tempat yang sekarang bemrnama Mekah dan meninggalkan mereka di sana dengan persediaan air dan makanan yang sangat terbatas. ini berarti Ismail dikorbankan. Ketika pesediaan air dan makanan habis, Hagar berlari mondar-mandir antara Shafa dan Marwah. Ismail menangis dan menendang-nendangkan kakinya dan karena itulah terbit mata air yang kini disebut zam-zam.

Ketika Ismail telah dewasa. Abraham mendapat inmimpi/penglihatan bahwa dia tengah menyembelih Ismail. Ismail sendiri pun rela mati demi kehendak Allah. Dalam inimpimimpi itu, ketika Abraham siap untuk menyembelih Ismail, tiba-tiba Allah mencegahnya sambil berfirman bahwa inimpimimpi itu sebenamya telah terlaksana. Maksudnya, Ismail telah dikor­bankan ketika Abraham meninggalkannya di gurun tandus yang sama saja dengan membunuh Ismail. (Ismail ini menurunkan suku Quraisy, Muhammad berasal dari suku tersebut). (Saleh A. Nahdi, Yang Disembelih Ishak atau Ismail?, FT Arista Brahmatyasa, 1992, hlm. 65-69).

Pandangan ini tidak sesuai dengan Alkitab. Janji Allah diberikan kepada pasangan Abraham dan Sarai bahwa la akan mengaruniakan anak laki-laki. Anak itu kelak agar diberi nama Ishak (Kej. 15). la akan menjadi ahli warins perjanjian dan akan menurunkan bangsa yang besar. Lama sekali mereka menunggu kelahiran anak itu. Karena itu Sarai mengizinkan Abraham untuk mengambil hambanya, Hagar menjadi gundik yang kemudian mengandung (Kej. 16). Karena Hagar menghina Sarai sebagai perempuan mandul, ia diusir. Dalam perjalanannya menuju Mesir, Malaikat Tuhan menyuruhnya kembali kepada Sarai dan berpesan agar anak yang akan dilahirkannya diberi nama Ismail. Dari anak ini akan lahir bangsa yang besar.

Setelah Ismail berumur 14 tahun, Sarai yang telah berumur 100 tahun itu melahirkan anak laki-laki yang diberi nama Ishak. Dalam upacara Ishak lepas susu, Ismail menghina Ishak. Sarai mengusir Hagar dan Ismail karena kuatir nanti keduanya akan saling bermusuhan. Peng-usiran ini memang sesuai dengan kehendak Allah (Kej. 21). Kembali Malaikat Tuhan menemui Hagar di perjalanan. Allah peduli terhadap kesengsaraannya dan anak itu kelak akan menjadi bangsa yang besar. Ismail kemudian tinggal di gurun pasir Paran di antara teluk Akabah dan teluk Suez, menurunkan suku Beduin. Selanjutnya, Allah hendak menguji iman Abraham dan meminta agar Ishak dikorbankan. Abraham taat dan ketika ia siap untuk menebas leher Ishak, seketika itu Allah mencegahnya dan menggantikan Ishak dengan seekor domba sebagai korban. (Kej. 22).

VII. BENTUK-BENTUK HUBUNGAN DAN DIALOG ANTAR UMAT BERAGAMA

Kita memerlukan bentuk-bentuk nyata hubungan dan dialog Kristen -Islam. Kita perlu meningkatkan mutu bentuk-bentuk yang sudah berjalan dan berani mengusahakan bentuk-bentuk baru. Semua bentuk nyata itu merupakan sumbangan penting dalam memperkuat toleransi antar umat beragama. Mengacu kerangka pikir Prof. A.Mukti Ali (Mohammad Sabri, 1999, hhn. 170-177), dapat dipertimbangkan bentuk-bentuk hubungan sbb.:

1. Pergaulan Sehari-hari.

Dalam pergaulan di tengah masyarakat, kantor, perusahaan, sekolah, dll. orang dari berbagai agama bertemu. Memang di situ tidak terjadi dialog agama secara eksphlisit tetapi dalam pergaulan baik tentu terjadi proses sahling membagikan nilai-nilai atau norma-norma keagamaan dan

Lama sekali mereka menunggu kelahiran anak itu. Karena itu Sarai mengizinkan Abraham untuk mengambil hambanya, Hagar menjadi gundik yang kemudian mengandung (Kej. 16). Karena Hagar menghina Sarai sebagai perempuan mandul, ia diusir. Dalam perjalanannya menuju Mesir, Malaikat Tuhan menyuruhnya kembali kepada Sarai dan berpesan agar anak yang akan dilahirkannya diberi nama Ismail. Dari anak ini akan labir bangsa yang besar.

Setelah Ismail berumur 14 tahun, Sarai yang telah berumur 100 tahun itu melahirkan anak laki-laki yang diberi nama Ishak. Dalam upacara Ishak lepas susu, Ismail menghina Ishak. Sarai mengusir Hagar dan Ismail karena kuatir nanti keduanya akan saling bermusuhan. Peng-usiran ini memang sesuai dengan kehendak Allah (Kej. 21). Kembali Malaikat Tuhan menemui Hagar di perjalanan. Allah peduli terhadap kesengsaraannya dan anak itu kelak akan menjadi bangsa yang besar. Ismail kemudian tinggal di gurun pasir Paran di antara teluk Akabah dan teluk Suez, menurunkan suku Beduin. Selanjutnya, Allah hendak menguji iman Abraham dan meminta agar Ishak dikorbankan. Abraham taat dan ketika ia siap untuk menebas leher Ishak, sekenka itu Allah mencegahnya dan menggantikan Ishak dengan seekor domba sebagai korban. (Kej. 22).

VII. BENTUK-BENTUK HUBUNGAN DAN DIALOG ANTAR UMAT BERAGAMA

Kita memerlukan bentuk-bentuk nyata hubungan dan dialog Kristen -Islam. Kita perlu meningkatkan mutu bentuk-bentuk yang sudah berjalan dan berani mengusahakan bentuk-bentuk baru. Semua benttik nyata itu merupakan sumbangan penting dalam memperkuat toleransi antar umat beragama. Mengacu kerangka pikir Prof. A.Mukti Ali (Mohammad Sabri, 1999, hhn. 170-177), dapat dipertimbangkan bentuk-bentuk hu­bungan sbb:

1. Pergaulan Sehari-hari.

Dalam pergaulan di tengah masyarakat, kantor, perasahaan, sekolah, dll. orang dari berbagai agama bertemu. Memang di situ tidak terjadi dialog agama secara eksplisit tetapi dalam pergaulan baik tentu terjadi proses saling membagikan nilai-nilai atau norma-norma keagamaan dan

dengan itu satu sama lain saling memperkaya. Bukankah pergaulan baik juga merupakan buah iman? Pergaulan baik akan menjadi sumbangan penting bagi kerukunan yang harmonis dan dialog. Kerukunan akan sulit digoyahkan bila orang saling mengenal dengan baik. Perusakan/ pembakaran rumah ibadah yang terjadi di mana-mana mungkin disebabkan hubungan baik tersebut tidak terbangun. Dalam hubungan yang kurang baik, selalu mungkin ada pihak yang tidak sungkan untuk menimbulkan kesulitan dengan bertindak brutal.

2. Kerjasama Dalam Pelayanan Sosial.

Dialog ini sering disebut dialog karya. Kerjasama itu diarahkan untuk menangani masalah bersama. Misalnya masalah kemiskinan, kebodohan, korban bencana alam, pengadaan/ perbaikan sarana-sarana umum di kampung, menyelenggarakan koperasi, lumbung paceklik, kerja bakti, aksi kesehatan, donor darah, kegiatan karang taruna, aksi bantuan sembako dll. Dialog karya ini sudah banyak dilaksanakan, tinggal bagaimana kita meningkatkannya. Mungkin saja motivasinya bermacam-macam seperti agama, kemanusiaan dll. Hal itu tidak menjadi masalah. Melalui kegiatan itu umat beragama apa pun menjadi kawan seperjuangan untuk membangun kesejahteraan manusia. Ada semboyan "Ajaran memecah belah, sedangkan pelayanan itu menyatukan".

3. Berbagi Rasa dan Pengalaman Agama

Orang-orang dari berbagai agama yang berpandangan luas dapat mengadakan kegiatan keagamaan bersama. Misalnya ziarah bersama ke tempat tertentu, membaca kitab suci bersama, berbagi pengalaman tentang doa, pembahasan pokok-pokok tertentu dari sudut pandang agama yang berbeda-beda dll. Kegiatan itu sangat penting untuk saling belajar dan memupuk rasa persatuan.

4. Saling Menghadiri Upacara Keagamaan Dan Ibadah

Hal ini sebenarnya sudah biasa dilakukan. Misalnya dalam tradisi kenduri di kampung-kampung, pelayatan dll. Ibadah dan perayaan keaga­maan yang tidak dipisahkan, dihadiri oleh umat beragama lainnya secara utuh.

5. Dialog Antar Iman

Dialog ini masih langka. Tujuannya untuk saling mengerti tentang pokok-pokok iman. Tentang tujuan untuk saling memahami isi iman masing-masing, mungkin dengan mudah dapat dicapai. Satu hal yang sulit ialah menghayati isi iman itu sesuai dengan penghayatan partner dialog. Walaupun terkesan sulit, tetapi kita harus berusaha membangun dialog antar iman ini. Masing-masing pihak hendaknya saling mendengar de­ngan tulus. Dialog itu tidak boleh berubah menjadi perdebatan di mana pesertanya mempertahankan imannya. Tugas kita ialah bersaksi tentang isi iman kita.

6. Dialog Spiritualitas

Hati dan perasaan manusia tidak selalu dapat diungkapkan secara tuntas. Tetapi hati dan perasaan itulah yang menghubungkan manusia satu sama lain. Hubungan batin adalah hubungan terdalam antar manusia. Dialog spiritualitas bertujuan untuk menyelainmi hati dan perasaan initramitra dialog melalui mendengar kata-kata mereka. Kepekaaan dalam membaca hati dan perasaan orang lain sangat diperlukan. Kita tidak boleh ha-nya ingin didengarkan tetapi juga harus memahami dan mendengar orang lain. Orang yang hanya ingin didengarkan akan makin miskin.

B. POKOK-POKOK DISKUSI

1. Menggapa kita harus berusaha sungguh-sungguh untuk membangun hubungan baik dan kerjasama dengan umat Islam dan tidak ada pilihan lain? ,,

2. Bagaimana hubungan dan dialog itu selama ini terlaksana di antara:

a. Saudara dengan tetangga, kenalan dan lingkungan kerja? Jelaskan!

b. Jemaat Kristen dan umat Islam serta umat beragama lainnya didaerah Saudara? Jelaskan!

3. Banyak hambatan dari dalam dan dari luar yang kita hadapi untuk membangun hubungan dan kerjasama antar umat beragama.

a. Sebutkan dan jelaskan apa saja hambatan dari dalam!

b. Sebutkan dan jelaskan apa saja hambatan dari luar!

Tidak ada komentar: