Minggu, 20 April 2008

Pertemuan 42


DASA FIRMAN: PERINTAH 1 - 4

Tujuan umum 1. Katekumen memahami teks Dasa Firman secara benar.

2. Katekumen memahami relevansi perintah 1-4 dan aneka berhala modern.

3. Katekumen memahami panggilan untuk mencintai Tuhan.

Tujuan khusus Katekumen mawas diri dan merefleksi kehidupan jemaatnya dalam terang perintah 1-4

PENGANTAR

Kita perlu memahami Dasa Firman sebagai pedoman atau kerangka penjurus tingkah laku orang beriman. Di sini kita akan membahas pen-dahuluan dan perintah 1-4, dengan sistematika sbb.:

I. Teks Dasa Firman

II. Tentang sebutan

III. Konteks Sepuluh Firman

IV. Makna pendahuluan

V. Perintah

1. Perintah pertama

2. Perintah ke dua

3. Perintah ke tiga

4. Perintah ke empat

A. URAIAN

I. Teks Dasa Finrnman

Dasa Titah atau Sepuluh Firman Allah atau Dekalog (bahasa Yunani, deka berarti sepuluh, log dari logos berarti firnman) tertulis di kitab Keluaran 20:1-17 dan Ulangan 5:6-21.

Akulah Tuhan, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan.

1 Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.

2 Jangan membuat bagimu patung yang menyerapai apa pun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab AKU, TUHAN, Allah­ mu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ke tiga dan keempat dari orang-orang yang membenci AKU, tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi AKU dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku.

3 Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menye­but nama-Nya dengan sembarangan.

4 Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan la­ngit dan bumi, laut dan segala isinya, dan la berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat itu dan menguduskannya.

5 Hormatilah ayah dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.

6 Jangan membunuh.

7 Jangan berzinah.

8 Jangan mencuri.

9 Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.

10 Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini istrinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu.

II. TENTANG SEBUTAN

Telah disebutkan bahwa ada beberapa nama bagi Dasa Firman ini. Pendahuluan yang berbunyi "Akulah Tuhan Allahmu, .,.", yang isinya adalah anugerah, bukan perintah atau hukum, tidak dapat dipisahkan dari sepuluh hukum sebagai isinya. Kedua bagian itu merupakan satu kesatuan yang bulat. Pengertian ini penting sebab mempengaruhi bagaimana cara kita membaca firman ini. Kesepuluh hukum itu tidak berdiri sendiri. Sebab itu sebutan yang tepat untuk bahan ini ialah "Dasa Firman" atau "Sepuluh Firman" atau "Dekalog". Sebutan "Sepuluh Perintah" atau "Dasa Titah" tidak tepat sebab mengabaikan kesatuan tersebut dan akan mengakibatkan pembacaan/ pemaknaan yang salah.

III. KONTEKS SEPULUH FIRMAN

Dasa Firman dalam konteks Israel. Tuhan memberikan Dasa Firman ini ketika Israel sedang dalam perjalanan ke luar dari negeri Mesir menuju tanah perjanjian. Mereka sudah bebas dari perbudakan. Semula bahan ini tertulis pada dua loh batu yang hancur ketika Musa marah karena Israel menyembah patung Ilembu mas (Kel. 32:1-19). Tetapi kemudian diganti dengan dua loh batu yang baru (Ul. 10:1). Peristiwa keluaran se­bagai peristiwa sejarah itu disebut exodus (=keluar). Exodus merupakan peristiwa yang amat penting, selalu dikenang serta menjadi acuan bagi tingkah laku Israel. Misalnya, Israel dilarang menindas orang asing dan harus menghormati hak mereka serta anak-anak yatim karena mereka sendiri bekas budak (Kel. 22:21; 24:17-18). Selanjutnya Dasa Firman ini menjadi falsafah yang bersifat luwes dalam perjalanan sejarah mereka, kira-kira seperti Pancasila bagi bangsa Indonesia.

Bagaimana relevansi Dasa Firman bagi kita? Kita yang bukan Israel telah mengalami karya pembebasan Allah dari perbudakan dosa dalam karya Yesus Kristus. Sama dengan Israel, kita juga menggunakan Dasa Firman ini sebagai pedoman perilaku.

IV. MAKNA PENDAHULUAN

"Akulah Tuhan, Allahmu, yang membawa kami keluar dari tanah Mesir, dan tempat perbudakan" (Kel. 20:2).

Pendahuluan ini merupakan pernyataan bahwa Allah adalah pembebas Israel dari perbudakan di Mesir. Dialah Tuhan yang telah mengalahkan segala ilah dan segala kuasa di Mesir: Firaun yang tak mampu menolak kematian anak sulung rakyatnya (Kel. 12:29-30), dewa sungai Nil yang tak mampu melawan ketika air berubah menjadi darah (Kel. 7:14-25), dewa matahari yang tak mampu melawan ketika selama tiga hari tidak boleh terbit (Kel. 10:21-29), dewi kesuburan yang tak mampu melawan menghadapi bencana belalang (Kel. 10:1-20). Kuasa Allah Israel itu telah didemonstrasikan di depan mata mereka. Pembebasan itu adalah anugerah. Itu adalah Injil (=berita kesukaan). Di sisi lain, Israel adalah umat yang bebas yang sedang bergerak menuju ke tanah perjanjian. Maka Dasa Firman itu mempunyai makna bagi masa depan umat.

Sesudah pendahuluan itu barulah disebutkan sepuluh perintah. Ini berarti anugerah mendahului perintah. Urutan itu tidak dapat dibalikkan. Umat itu diselamatkan baru kemudian di beri tugas/perintah. Umat perlu menjalankan tugas/perintah itu sebagai ucapan syukur. Arti-nya, tidak untuk menyelamatkan diri. Perintah 1-4 dialamatkan kepada Tuhan sedangkan perintah 5-10 dialamatkan kepada sesama manusia. Secara ringkas kita diperintahkan untuk mengasihi Tuhan dan 'sesama manusia (Mat. 22:37-39).

V. PERINTAH 1-4

1. Perintah Pertama

"Jangan ada padamu allah lain dihadapanKu" (Kel. 20:3)

Yang dimaksud dengan "allah lain" ialah berhala-berhala: dewa-dewi yang disembah oleh Mesir maupun bangsa-bangsa di sekitar Israel. Berhala ialah unsur duniawi/wilalainmi yang dipertuhan oleh manusia, yang dipercayai menentukan nasib manusia. Inti perintah ini ialah larangan untuk berbakti kepada ilah atau berhala. Para penulis Alkitab mengakui bahwa berhala-berhala itu memang ada. Walaupun mereka menghina berhala-berhala itu. Mereka adalah buatan manusia yang dipertuhan tetapi bisu dan tuli dan tidak mampu berbuat apa pun (1 Raj. 18:29). Me­reka itu hanyalah kayu yang bodoh dan dungu (Yer. 10:8). Perintah yang pertama ini melarang Israel untuk menyembah berhala. Larangan itu penting agar Israel tidak terperangkap oleh kuasa berhala. Allah satu-satunya ialah YHWH, Allah Israel, yang patut disembah (Yes. 44:6; 45:5). la adalah Allah pencipta segala sesuatu (Kej. 1:1; Mzm. 33:9).

Masyarakat sekarang sering menganggap bahwa zaman penyembahan berhala itu telah lewat. Tetapi sesungguhnya manusia selalu manu­sia modemmodern tetap cenderung kepada berhala. Kita menghadapi berhala-berhala modemmodern yang mungkin berupa ideologi, harta/uang, suami/istri/-anak, kekasih, pangkat, kedudukan, kekuasaan yang dimutlakkan. Di zaman modemmodern ini pun masih ada orang atau suku-suku yang memuja nenek moyang, memakai jimat, magi, ngelmu klenik/gendam/santet, perdukunan, para normal dll. Sering kita mendengar bahwa oknum polisi memakai jasa dukun untuk menangkap buron, pedagang yang memakai penglarisan dll. Semua orang yang menyembah berhala, baik berhala kuno maupun yang modern, mustahil dapat mengenal dan mengikuti Tuhan. Yesus mengingatkan bahwa tidak mungkin seorang hamba mengabdi kepada dua tuan (Luk. 16:13).

Bahaya berhala ini sangat serius. Lebih menarik lagi sebab orang-orang yang terperangkap berhala itu tidak menyadari jebakan itu. Pemakai jimat, ngeknu, kekuasaan justru merasa amanbahkan menyombong-kan diri. Satu-satunya yang patut disembah hanyalah YHWH. Dialah Allah sejati yang telah menyelamatkan umat-Nya.

2. Perintah Ke dua

"Jangan membuat bagimu patungyang menyerupai apa pun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab AKU, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ke tiga dan ke empat dari orang-orang yang membenci AKU, tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi AKU dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku." (Kel. 20:4; Ul. 5:8-9).

Inti perintah kedua ini ialah larangan membuat patung yang di-sembah sebagai Allah (bnd. Yes. 44) atau sebagai ilah (bnd. Kel. 34:17, Ul. 27:13). (Patung yang bernilai seni tidak dimasalahkan). Israel pernah membuat patung lembu mas dan menyembahnya sebagai Allah yang menyebabkan Musa marah ketika turun dari gunung Sinai (Kel. 32).

Istilah "langit di atas", "di bawah bumi/bumi di bawah", di latar belakangi oleh paham tentang susunan alam semesta zaman Musa. Orang menganggap bumi merupakan dataran yang bertepi, di bawah bumi ada laut dan bumi lain. Dapat kita simpulkan bahwa mereka tidak boleh membuat patung yang menyerupai dengan apa pun yang ada di alam semesta untuk disembah sebagai Allah atau illah (allah).

Allah adalah Pencipta alam semesta, tidak ada bandingan-Nya, ti­dak boleh diserupakan atau digambarkan sebagai apa saja. Larangan karena Allah itu cemburu, Dia tidak berkenan untuk disejajarkan de­ngan apa saja. Satu-satunya gambar Allah ialah Yesus Kristus, Allah yang hadir dan tinggal bersama kita. Paulus berkata tentang Yesus 'la adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan" (Kol. 1:15). Larangan untuk membuat pa­tung sesembahan ini tetap berlaku bagi kita. Tidak hanya hal membuat patung yang bendawi, tetapi membuat patung rohani pun tidak boleh. Patung rohani ialah idea, pikiran yang kita ciptakan dan keramatkan. Misalnya mengkeramatkan salib, gambar Yesus, Maria, malaikat, idea, ramalan, agama, rumusan doa, pendewaan ayat-ayat Alkitab (sebab yang suci bukan ayat atau kitab melainkan firman Allah yang telah menjadi manusia dalam Yesus Kristus). Apa pun yang dikeramatkan berarti diberhalakan.

3. Perintah Ke tiga

"Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut namaNya dengan sembarangan." (Kel. 20:7; Ul. 5:11)

Perintah ini erat hubungannya dengan penyembahan berhala pada waktu itu. Setiap berhala mempunyai nama. Menyebut nama berarti menguasai. Allah tidak memberikan nama-Nya agar Israel jangan meniru bangsa-bangsa lainnya xuintuk menyamakan-Nya dengan berhala. Dia hanya menerangkan identitas diri-Nya itu "Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub" (Kel. 3:15). Ini hanya keterangan, bukan nama. Di situ Allah menunjukkan kesetiaan-Nya sebagai partner Israel sesuai dengan perjanjian dengan Abraham turun temurun.

Perjanjian itu adalah untuk menjadikan Israel bangsa yang besar dan tanah Kanaan Ketika Musa meminta nama Tuhan, Tuhan menyebut "Aku adalah Aku" (Kel. 3:13-14). Ini bukan nama, bukan kata ganti nama, bukan kata benda tetapi kata kerja. Artinya, "yang hadir dan bertindak" atau "datang menjadi ada" yang dalam bahasa Ibrani disebut hawah. Dari akar kata ini kemudian terbentuk nama YHWH oleh Israel sebagai nama Allah. Israel sangat hormat/takut kepada Tuhan, maka mereka memberi huruf hidup a dan e, dari YHWH menjadi YAHWEH. Selanjutnya, mereka mereka menyebut Allah dengan Adonai (=Tuhanku ialah Allah) untuk menggantikan nama Yahweh itu, Sebutan itu adalah gelar kehormatan bagi kemaha-Rajaan Allah yang dipakai sesudah keluar dari Mesir untuk menggantikan sebutan Yahweh (The Interpreter's Dictionary of The Bible).

Contoh lain dari hormat/takut itu, Injil Matius memakai sebutan "Kerajaan Sorga" sebagai ganti "Kerajaan Allah". Penulisannya menghindari sebutan "Allah" sebab penulisan Injil Matius itu ditujukan kepada umat Yahudi.

Dari uraian ini jelas bahwa menyebut nama Allah itu dengan takut, tidak sembarangan. Ungkapan "dengan sembarangan" berarti menyebut nama Allah untuk hal-hal yang tidak/kurang berarti, yang sia-sia, omong kosong, menipu atau menyalah gunakan. Dua contoh besar, dalam menyebut nama Allah secara sembarangan dan akibatnya adalah berikut ini:

a. Dalam 1 Samuel 4, tentang perang Israel melawan Filistin, Israel kalah, 4000 orangnya tewas. Mereka tidak terima sebab umat Allah, Allah harus membela mereka. Mereka maju lagi, tabut Allah diusung dari Silo ke medan perang. Akibatnya lebih fatal, 38.000 orang tewas, dan tabut Allah dirampas oleh Filistin.

b. Dari sejarah gereja, perang salib berakhir dengan kekalahan Paus.
Dalam jemaat dan masyarakat nama Allah banyak disebut secara sembarangan melalui senda gurau, kesaksian palsu, kebangunan rohani yang hanya untuk mengumpulkan uang persembahan, sumpah palsu, janji palsu, ganti agama untuk nikah/kenaikan pangkat/mendaftarkan transmigrasi/popularitas diri dll. Semua itu terasa biasa-biasa saja tetapi sebenarnya merupakan penghujatan yang serius. Menyebut nama Allah harus dengan hormat a.l. melalui doa, kesaksian yang benar, pelayanan kasih, sumpah/ janji, pergaulan yang tulus dll.

4. Perintah Ke empat

"Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakiniimu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan la berhenti pada hari ke tujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat itu dan menguduskannya." (Kel. 20:8-11; lih. juga Ul. 5:12-15).

Perintah ini berhubungan dengan hari Sabat. Pada zaman PL, hari Sabat ialah hari Sabtu. Bagi gereja, hari Sabat ialah hari Minggu (hari pertama), sebab Kristus bangkit pada hari Minggu. Istilah "sabat" (bahasa Ibrani) berarti istirahat/berhenti. Menurut perintah ini Sabat adalah hari ketujuh, yaitu hari Sabtu di mana orang harus berhenti/beristirahat. Menurut teks dari kitab Keluaran, karena dalam penciptaan, Allah bekerja enam hari dan berhenti pada hari ketujuh. Pada hari itu umat harus beribadah. Lain halnya dengan kitab Ulangan yang menyebutkan "Sebab haruslah kau ingat, bahwa engkaupun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana oleh Tuhan ..." (5:15). Alas­an untuk berhenti itu ialah alasan sosial. Sebagai umat bekas budak, sudah seharusnya pada hari itu orang Israel memperhatikan orang-orang lain. Kedua alasan ini saling berhubungan. Sesungguhnya ibadah itu dengan dan untuk meningkatkan tanggung jawab sosial umat: de­ngan memperhatikan orang-orang lain di sekitarnya. Ibadah yang hanya untuk ibadah sebenarnya tidak punya arti kecuali untuk memuaskan diri. Ini tidak berarti bahwa pelayanan sosial itu harus terlaksana hanya pada hari Minggu, tetapi kapan saja. Sebab Allah selalu bekerja. Kata Yesus ketika menyembuhkan orang sakit di Betesda pada hari Sabat: "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga" (Yoh. 5:17).

Bukan hanya manusia yang harus beristirahat pada hari sabat itu. Juga tanah harus diistirahatkan selama satu tahun setiap tujuh tahun. Tidak boleh ditanainmi dan dipanen hasil-hasil yang tumbuh secara liar. Sabat untuk tanah ini mengingatkan bahwa tanah itu milik Tuhan (Im. 25:1-22).

Hari Sabat adalah hari sukacita, hari pesta dengan Tuhan. Ibadah dilaksanakan bersama-sama dengan umat. Kalau ada yang mengatakan tidak sempat ke gereja karena repot, tidak punya uang dan alasan-alasan lainnya, mungkin sebenarnya karena tidak punya minat dan tidak mencintai Tuhan. Bandingkanlah untuk bertemu dengan pacar, kekasih bukankah alasan-alasan itu tak berlaku?

Orang Kristen selayaknya memang ke gereja dan beribadah bersama umat. Adakah alasan yang benar di mata Allah untuk tidak ke ge­reja? Ada. Pertama, kalau orang sakit sedemikian rupa yang tidak memungkinkan ke gereja (tidak asal sakit). Kedua, kalau orang menolong sesamanya yang kalau pertolongannya itu ditunda, ybs. terancam jiwanya. Tentang alasan lainnya, tidak benar. Alasan yang kedua itu adalah pekerjaan untuk sesama yang tak dapat ditunda. Karena itu gereja tidak perlu mengatur penggunaan hari Sabat dengan kaku, misalnya menjadi hari yang seratus persen bebas kerja. Tidak asal kerja. Tidak termasuk alasan pekerjaan, kerepotan yang lain. Perlu dicatat bahwa kehidupan dan pekerjaan sekarang sering terlalu materialistis, menjadi mamon modern. Karena itu orang perlu membiasakan diri melakukan merefleksi tentang kehidupan dan kerjanya di dalam terang Tuhan.

B. POKOK-POKOK DISKUSI

1. Bagaimana hubungan antara pendahuluan dengan sepuluh perintah dalam Dasa Firman ini?

2. Apakah Dasa Firman hanya merupakan sepuluh perintah Allah?

3. Berhala-berhala modern apa saja yang sudah menjebak dan mengancam kehldupan orang beriman sekarang? Bagaimana sikap Saudara tentang jebakan dan ancaman itu?

4. a. Apakah selama ini Saudara taat beribadah? Jelaskan!

b. Banyak orang Kristen yang mengabaikan persekutuan ibadah dengan seribu satu alasan. Apa saja yang dapat Saudara lakukan untuk menyadarkan mereka?

Tidak ada komentar: