Minggu, 20 April 2008

Pertemuan 3


MENJADI KRISTEN INDONESIA

Tujuanumum 1. Katekumen memahami apa artinya menjadi Kristen Indonesia. 2. Katekumen memahami tentang bagaimana menjadi Kristen

Indonesia. Tujuan khusus 3. Katekumen memiliki akad tekad terhadap masalah-masalah kesatuan bangsa. 4. Katekumen memiliki akad tekad terhadap pembaruan gereja.

PENGANTAR

Bahan pertemuan ini menjelaskan arti menjadi Kristen Indonesia; bagai­mana menjadi Kristen Indonesia itu. Sebagai orang Kristen Indonesia, bagaimana akad tekad (komitmen) kita terhadap masalah-masalah kesa­tuan bangsa dan terhadap pembaruan gereja.

A. URAIAN

I. KRISTEN INDONESIA DAN KRISTEN DI INDONESIA

Banyak orang Kristen dan jemaat yang menyebut dirinya "Kristen di Indonesia". Masyarakat umum juga sering menyebutnya demikian. Sebutan itu memandang Indonesia hanya sebagai tempat, sama dengan Malaysia, Eropa atau Amerika. Apakah Indonesia sekadar tempat bagi orang-orang Kristen? Tidak! Indonesia bukan sekadar tempat bagi kita. Indonesia adalah jati diri kita.

Dalam terang pikiran itu, tepatlah penamaan dan penulisan gereja sebagaimana diatur dalam Tager GKSBS, pasal 2. Penamaan/penulisan nama jemaat setempat ialah GKSBS dan diteruskan dengan nama tempat (desa/kecamatan/kotif/kodya/kota), misalnya GKSBS Metro, GKSBS Tanjungkarang, GKSBS Tulangbawang, dll. Penamaan itu berkaitan dengan tempat dan masyarakat tertentu. QOrang Kristen Indonesia tidak boleh tercerabut dari masyarakat dan bangsanya sehingga menjadi atau dianggap sebagai orang asing di negeri sendiri.

Orang Kristen Indonesia tetap berbudaya Indonesia, menjadi bagian dari masyarakat yang bhineka tunggal ika (majemuk) Indonesia, tetap warga negara Indonesia, tetap ber-Pancasila, tetap mempunyai tradisi kesukuan, dan Merah Putih adalah bendera kita! Kita bukan orang-orang yang menumpang atau kost di negeri orang. Pada zaman perjuangan kemerdekaan, umat Kristen Indonesia berpartisipasi dalam perjuangan melawan Belanda, Jepang dan penjajah lainnya.

Siapa pun orang yang menjadi Kristen bukanlah orang-orang yang kosong. la lahir dan ditumbuh-dewasakan dengan kebudayaan suku dan bangsanya, iklim kehidupan beragama, sosial politik, sistem ekonomi dll. yang berlaku. la tetap bergumul mengenai tradisi sukunya, kebangsaannya, pergumulan ekonomi, sorotan masyarakat, persoalan hubungan dengan familinya yang bukan Kristen, masalah-masalah keadilan dll. Dengan singkat, orang Kristen Indonesia mengikuti Kristus dan tidak kehilangan jati dirinya. Orang Jawa yang menjadi Kristen, adalah tetap orang Jawa. Demikian seterusnya. Akhirnya, orang Indonesia yang men­jadi Kristen tetap orang Indonesia.

Yesus tidak pernah menghapuskan segala aspek kesukuan,dan kebangsaan itu. Artinya, Dia mempedulikan semua aspek itu. Selanjutnya, kita sebagai orang Kristen Indonesia melihat semua hal yang "membalut" diri kita itu dalam terang Kristus. Perjumpaan kita dengan Kristus atau Injil memperbarui ke-Indonesiaan kita. Artinya, kita tidak perlu bersikap fanatik perihal ke-Indonesiaan dengan menganggap bahwa itulah yang terbaik dari segalanya atau bahwa yang bukan Indonesia itu buruk. Tidak! Untuk menjadi sungguh-sungguh orang Indonesia Kris­ten, kita harus mau mendengar dan belajar dari gereja-gereja lain. Sebab setiap orang Kristen dari mana pun itu satu atau esa. Umat Kristen Indonesia adalah bagian dari umat Kristen sedunia dan sepanjang abad.

Tempat kita menjadi Kristen ialah di dalam masyarakat, bangsa dan negara ini. Tidak di tempat ibadah, gereja atau di dunia lain. Ibadah atau kegiatan gereja lainnya adalah "tempat" atau kesempatan di mana kita bersekutu dengan umat, saling menguatkan dan dikuatkan, menyesali kesalahan, mendengar teguran, pengbiburan dalam terang Firman Tuhan dan menjanjikan ketaatan. Keterlibatan dalam pergumulan ma­syarakat dan tindak mencintai sesama di dalam masyarakat itulah yang menjadi bukti kekristenan seseorang. Gedung gereja semegah apa pun tidak dapat menjadi bukti kekristenan kita! Sayangnya, banyak jemaat rela membangun gedung-gedung megah tetapi tidak rela membiayai pelayanan bagj masyarakat miskin bangsa sendiri.

II. BAGAIMANA CARA KITA MENJADI KRISTEN INDONESIA?

1. Kita menjadi warga masyamrakat yang bertanggung jawab dan bersikap terbuka. Kita menyadari kemajemukan masyarakat dari segi agama, kebudayaan, tradisi dll. tetapi satu (Bhineka Tunggal Ika). Kita ini satu tetapi berbeda-beda, hidup atau mati. Kita adalah bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat bangsa ini dan hidup bersama dengan masyarakat sampai kiamat nanti. Kalau pihak lain hendak memojokkan atau menyingkirkan kita, dengan tegas kita menolak. Alasan apa pun untuk usaha memecah belah kesatuan masyarakat tidak dapat kita terima. Kita menentang fanatisme apa pun, termasuk fanatisme agama. Yang menyatukan kita dengan semua orang dari golongan mana pun ialah kasih Kristus, sebab Dia mengasihi semua orang (Yoh. 3:16).

Karena itu umat Kristen Indonesia harus bersikap terbuka, bergaul, mengembangkan hubungan dan kerjasama dengan semua golongan masyarakat dan bangsanya. Melalui para pendiri negara ini, kita mengaku bahwa negara kita berdiri karena berkat Tuhan. "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya (Pembukaan UUD 1945, alinea 3). Segala usaha memecah belah itu melawan negara sekaligus melawan Kristus. Kesatuan dan persatuan, kerukunan masyarakat itu punya harga mati!

2. Kita harus mengembangkan wawasan kebangsaan. Wawasan kebangsaan inilah yang merekatkan rakyat yang berbeda-beda dari segi agama, suku, budaya menjadi satu bangsa. Proses membangsa (=menjadi satu bangsa yang makin kuat) dan menegara (=menjadi satu negara yang makin kuat) harus kita dukung. Dalam kenyataan, praktik menegara melaju kencang sedangkan proses membangsa berlangsung lambat. Ini kenyataan yang tidak sehat. Kita harus menjaga agar agama tidak dijadikan sumber konflik, perpecahan atau diperalat untuk kepentingan politik oleh golongan mana pun atau penguasa.

3. Kita harus mengembangkan pemikiran kesejarahan. Sejarah mencatat bahwa berdirinya negara ini berkat perjuangan bersama seluruh bangsa, termasuk umat Kristen Indonesia. Kita menerima Injil dari Zendeling Barat tetapi kita juga dengan tegas melawan penjajah. Sejarah mencatat semua itu. Taman Pahlawan di seluruh Tanah Air menjadi saksi. Kesejarahan ini harus masuk dalam kerangka pikir gereja-gereja sebab kita adalah generasi penerus dan kesinambungan dari umat Kristen Indonesia pra kemerdekaan. Kita bukan umat yang baru muncul "kemarin sore". Karena itu umat Kristen bukan warga negara kelas dua, bukan penumpang "kereta Republik" ysng tanpa karcis.

4. Kita mendorong agar jemaat Kristen menjadi jemaat yang terbuka. Dorongan ini perlu agar jemaat tidak menutup diri terhadap masyarakat dan bangsanya dan menjadi gereja-gereja yang memasyarakat. Jemaat yang terbuka juga menggunakan talentanya (ter­masuk keuangannya) untuk pelayanan masyarakat. Bila ada jemaat yang menutup diri dengan berbagai alasan, misalnya merasa diri sebagai umat terpilih, mungkin karena takut terhadap golongan lain, mungkin mengidap perasaan minoritas, kita menolak sikap seperti itu. Pemilihan Allah berarti penugasan Allah supaya umat bersaksi dan melayani. "jadikanlah semua bangsa murid-Ku" (Mat. 28:19). Pemilihan tidak berarti pengasingan. Tidak ada alasan jemaat mana pun untuk merasa super terhadap yang lain. Mustahil kita memberitakan Injil Tuhan sambil menutup diri. Alasan apa pun bagi ketertutupan tidak dapat diterima.

5. Kita membangun hubungan baik dengan masyarakat luas tanpa pandang agama dan perbedaan apa pun. Hubungan yang baik kita dengan semua golongan lain itu minimal. Seharusnya kita mengembangkan kerjasama untuk menjawab masalah dan tantangan bersama seperti kemiskinan, budaya kekerasan, bahaya narkoba, kemerosotan etik moral dll..

6. Kita harus mengembangkan kontekstualisasi iman Kristen. Kontekstualisasi" berarti usaha untuk menghubungkan iman Kristen dengan kebudayaan suku/bangsa, agama dan modernitas. Nilai-nilai kebenaran Injil itu ternyata sebagian sudah tertanam dalam kebudayaan Timur, termasuk Indonesia. Misalnya, kasih, cinta kepada sesama, wedi asih (takut dan hormat) kepada Allah (Pangeran) dll. adalah nilai-nilai luhur kebudayaan kita. Dengan jalan bagaimana kenyataan itu terjadi, kita tidak mengetahui dengan jelas. Yang jelas hukum Taurat itu tertulis dalam hati setiap orang (Rm. 2:15). Inti hukum Taurat ialah panggilan (=suruhan) agar manusia mengasihi Allah dan sesamanya (Ul. 6:5; Im. 19:18; Mat. 22:37-40). Kenyataan itu mendorong cara kerja a.l. konfrontasi dan konfirmasi dalam usaha kontekstualisasi ini. Konfrontasi terhadap nilai-nilai kebudayaan yang tidak sesuai dengan Injil dan konfirmasi terhadap nilai-nilai kebudayaan yang sesuai dengan nilai-nilai Injil Kristus.

B. POKOK-POKOK DISKUSI

1. Apakah arti menjadi Kristen Indonesia?

2. a. Bagaimana sikap kita terhadap kesatuan bangsa, kerukunan antar umat

beragama?

b. Bagaimana pengalaman iman Saudara dalam pergaulan de­ngan umat beragama lain? Apa saja pelajaran dari pengalam­an itu?

3. Bagaimana cara menjadi Kristen Indonesia?

4. Bagaimana sikap Saudara terhadap fanatisme agama?

Tidak ada komentar: