Minggu, 20 April 2008

Pertemuan 1


KATEKISASI

Tujuan Umum 1. Memahami bersama tentang apakah katekisasi

2. Katekumen memahami makna sidi.

3. Membicarakan metode katekisasi dan partisipasi aktif dalam setiap

pertemuan

Tujuan khusus 1. Akad tekad katekumen untuk berpartisipasi ak­tif selama

katekisasi.

2. Kesadaran katekumen untuk mengembangkan diri mengejar

kedewasaan Kristen selama dan sesudah katekisasi.

PETUNJUK BAGI KATEKIS

Dalam pertemuan ini sebaiknya Majelis Jemaat mengundang orang tua/wali dari katekumen untuk menghadiri pertemuan pertama ini. Majelis Jemaat pun hendaknya menghadiri pertemuan awal ini untuk memberikan penjelasan dan dorongan-dorongan yang perlu. Sebaiknya kehadiran Majelis tidak diwakilkan kepada katekis ybs. Orang tua/wali tersebut berkepentingan untuk memahami pokok-pokok berikut ini:

1. Apakah katekisasi itu dan bagaimana diselenggarakan?

2. Perlunya dorongan orang tua/wali agar katekumen aktif mengikuti katekisasi.

3. Bahwa katekisasi sebagai pelayanan gereja itu membantu PAK (ajaran Agama Kristen) yang menjadi tanggungjawab orang tua/wali.

4. Bahwa setiap hadir dalam pertemuan katekisasi, katekumen hen­daknya membawa perlengkapan yang perlu seperti Alkitab lengkap, buku nyanyian, alat tulis dan lain-lain.

5. Tempat duduk dalam pertemuan itu hendaknya diatur sating berhadapan supaya semua peserta bertindak aktif (tak ada yang menyembunyikan diri).

2. URAIAN

Istilah "katekisasi" berasal dari kata "katekhein" dalam bahasa Latin yang semula artinya memberitakan sesuatu dengan kewibawaan. Selanjutnya istilah itu berarti belajar.

Apakah katekisasi itu ?

Katekisasi ialah pengajaran agama Kristen yang diselenggarakan oleh gereja untak menolong warga dan colon warganya guna mencapai kedewasaan Kristen sebagai anggota gereja dan masyarakat yang bertanggungjawab dengan mengikuti teladan Kristus.

Beberapa istilah: pengajar katekisasi disebut katekis atau katekhet, muridnya disebut katekisan atau katekumen. Sedangkan proses belajar-mengajar disebut proses kateketis. Dalam buku ini istilah katekis dan katekumen lebih banyak dipakai.

Katekisasi terselenggara berdasarkan perintah Tuhan supaya orang tua mengajar anak-anak mereka. "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu" (Ul. 6:6-9).

Perintah ini ditujukan kepada para orang tua. Gereja sebagai "ibu" menyelenggarakan katekisasi untuk membantu pengajaran agama Kris­ten dalam keluarga. Penyelenggaraan katekisasi tidak mengambil alih tugas pengajaran agama dalam keluarga tersebut. Serupa dengan perin­tah itu, dalam Matius 28:19-20 Yesus berkata: "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang Kuperintahkan kepadamu."

Definisi tentang katekisasi tersebut mengandung beberapa pokok pikiran sebagai berikut:

1. Guru yang sejati ialah Yesus Kristus. Katekis dan katekumen semuanya adalah domba-domba yang harus terus menerus belajar dari Kristus dan tumbuh bersama. Katekis dan katekumen di hadapan Kristus adalah sederajat. Katekis hanya dapat mengajar katekisasi apabila ia tetap menjadi domba Kristus. la tidak membawa katekumen kepada dirinya (seperti begawan dalam pewayangan) melainkan membawa katekumen kepada Kristus.

2. Katekisasi berbeda dengan sekolah. Katekisasi berbeda daripada belajar-mengajar di sekolah. Mengapa? Karena guru yang sebenarnya dalam katekisasi ialah Tuhan Yesus Kristus. Bukan katekis. Katekis dan katekumen adalah murid-murid Yesus yang harus terus saling menolong untuk belajar dari Dia tentang makna kehidupan pribadi maupun jemaat. Jadi katekis iru berbeda dari guru, dan katekumen berbeda dari murid sekolah. Katekis dengan berbagai kelebihannya seperti pengetahuan, pengalaman, pengalaman iman dll. menjadi nara sumber atau sumber utama bagi kelompok yang dilayaninya. Segala kelebihan tsb. menjadi "fasilitas" dalam meng­ajar sehingga katekis berfungsi sebagai fasilitator (=orang yang menyediakan fasilitas).

3. Sumber belajar. Sumber belajar dalam katekisasi ialah Alkitab, buku katekisasi dan buku-buku lain serta pengalaman iman. Kate­kis maupun katekumen adalah orang-orang percaya yang mempunyai pengalaman iman, misalnya mengalami pemeliharaan Tuhan dari kesusahannya seperti miskin, sakit, menghadapi bahaya dll. Katekisasi membuka kesempatan untuk saling tukar pengalaman iman supaya mereka saling menguatkan. Untuk itu katekis dan katekumen diharapkan berpartisipasi aktif. Dengan demikian ke­lompok katekisasi akan berkembang bersama-sama dalam belajar dari Yesus.

4. Tujuan katekisasi. Tujuan katekisasi ialah pendewasaan diri secara Kristiani dari katekumen, baik ia warga jemaat maupun calon warga. Pertumbuhan menjadi dewasa itu merupakan proses seumur hidup. Katekisasi yang sifatnya terbatas itu dimaksudkan untuk membangun dasar-dasar pertumbuhan guna mencapai kedewasa­an itu. Kita harus menghindari pendapat yang salah bahwa kate­kisasi ini sekadar untuk memenuhi persyaratan sidi, menjadi warga gereja penuh atau dapat mengikuti Perjamuan Kudus.

6.5. Secara rinci proses pendewasaan katekumen itu meliputi:

b.a. Makin kuatnya iman pribadi katekumen kepada Kristus, artinya:

i. Makin taat kepada-Nya

ii. Makin berkembang dalam pengetahuan tentang Firman Tuhan

iii. Makin percaya kepada-Nya

iv. Makin berpengharapan kepada-Nya

c.b. Makin bersekutu dengan jemaat

d.c. Makin aktif bersaksi dan melayani masyarakat

e.d. Makin menyadari tugas dan tanggung jawab sebagai warga gereja yang dewasa

Butir-butir ini berguna sebagai alat deteksi atau instrumen untuk membaca proses pertumbuhan menuju kedewasaan Kristen para kate­kumen.

6. Pendekatan. Pendekatan untuk mencapai tujuan itu dilakukan dengan mengembangkan tiga potensi (=tridaya) kita sebagai manusia, yaitu nalar, perasaan dan karya. Ketiga hal ini merupakan kesatuan. Mustahil seseorang dapat tumbuh dewasa bila ia serba tidak tahu dan tidak mampu menentukan sikap dalam menghadapi situasi dan masalah. Demikian juga bila ia tidak berbuat apapun. Dalam hal terakhir ini katekisasi mengadakan pelatihan mengenai pokok-pokok tertentu. Pelajaran tidak boleh teoritis melulu tetapi juga harus praktis dan memberi peluang mendapatkan pengalaman dari praktik bagi katekumen. Pendekatan yang utuh ini perlu dilakukan. Bila tujuan itu dipersempit menjadi tujuan pengetahuan saja, maka biasanya katekisasi akan menghasilkan warga sidi yang pintar tetapi pasif, yang sering mereka sangat sulit diaktifkan. Kemungkinan itu harus diantisipasi.

7. Bagaimana menjadi Kristen yang dewasa? Menjadi Kristen yang dewasa berarti menjadi warga gereja sekaligus warga masyarakat yang bertanggungjawab, hidup sesuai dengan panggilan Tuhan. Itulah dwi kewargaan kita. Dua hal ini bukan pilihan. Tidak untuk dipilih salah satu. Bahan-bahan pelajaran di sini dimaksudkan sebagai pembekalan untuk memasuki proses pendewasaan itu.

Karena itu upacara sidi dalam ibadah merupakan proklamasi dari yang bersangkutan bahwa ia akan terus tumbuh berkembang menjadi warga gereja sekaligus warga masyarakat yang bertang­gungjawab. Seperti proklamasi kemerdekaan negara dilanjutkan dengan mengisi kemerdekaan, demikian pernyataan sidi dibuktikan dengan menjadi Kristen yang bertanggungjawab dalam gereja dan masyarakat. Masyarakat kita adalah masyarakat yang majemuk dari segi suku, agama, kebudayaan, adat istiadat, politik, ekonomi (kaya / miskin) dll. Tugas dan tanggung jawab menjadi warga masyarakat / negara itu kita pahami dan kita latih bersama melalui katekisasi ini.

8. Penyelenggara katekisasi. Majelis gereja bertanggungjawab menyelenggarakan katekisasi ini. Majelis menugaskan warga gereja yang telah sidi (mengaku percaya) yang dinilai layak dan mampu untuk mengajar katekisasi. Pada akhir katekisasi Majelis akan mengadakan percakapan dengan semua katekumen, sebelum pelaksanaan sidi di tengah ibadah jemaat.

B. POKOK-POKOK DISKUSI

1. Apakah katekisasi itu dan apa tujuannya?

2. Apa yang mendorong Saudara mengikuti katekisasi?

3. Apa artinya sidi atau mengaku percaya itu?

4. Apa saja yang perlu dilakukan oleh orang tua/wali agar anak-anaknya berpartisipasi aktif dalam katekisasi ini?

Tidak ada komentar: